Adapun hukum adat itu ada dua belas perkara yaitu:
1.
Basasok bajarami
2.
Bapandan bapakuburan
3.
Basuri batuladan
4.
Jiko jauah buliah ditunjuakkan
5.
Kalau hampia buliah dikakokkan
6.
Batampek bakadudukan
7.
Babarih babalabek
8.
Ado bailia bamudiak
9.
Baulu bamuaro
10.
Ba-alua bapatuik
11.
Batando babaiti
12.
Basaksi bakatarangan
Ketetapan Hukum Penghulu
Adapun
Ketetapan hukum penghulu adat itu ada sepuluh perkara yaitu:
1.
Nan mancancang nan mamampeh
2.
Nan mambunuah jua nan mambari baleh
3.
Nan salah makan juo nan maludahkan
4.
Nan sasek juo nan disuruikkan
5.
Nan salah tarik jua nan mangambalikan
6.
Nan gawal juo nan akan mengubah
7.
Nan ma-ambiak juo nan akan mamulangkan
8.
Nan barutang juo nan akan mambaia
9.
Nan salah juo nan akan batimbang
10.
Malatakkan sasuatu pado tampeknyo
Itulah ketetapan hukum
penghulu pada adat yang kawi dalam tiap-tiap negeri.
Luhak dan laras: Seperti
hadis Melayu
Sibakacang sibakapeh,
urang Silungkang mambao aia
Nan mancancang nan mamampeh,
nan barutang nan mambaia
Itulah kesudahan hukum yang
ditetapkan oleh Ninik Katumanggungan dengan Ninik Perpatih Nan Sabatang tatkala
di balai-balai yang saruang di Pariangan Padang Panjang.
Maka berkata ninik Sri
Maharaja yang bermaga-maga, membanding hukum itu. Yang diberi dapat saja, yang
disalang akan dipulangkan, yang mencencang akan memampas hukumnya yang membunuh
akan memberi balas (bangun) saja hukumnya.
Akan
habislah anak cucu kita dikemudian hari jadinya. Jikalau orang meminta sirih
pinang itu, akan dapat sajakah hukumnya kampia dan carano yang diberikan orang
kepada yang meminta sirih pinang itu?
Dan
kalau orang meminta kapur diberikan orang kapuran tempat kapur itu,
akan dapat sajakah kapuran itu hukumannya?
akan dapat sajakah kapuran itu hukumannya?
dan
kalau dicancangnya keju darimba, akan berhutang pulalah anak cucu kita hukumnya
itu, dan kalau dibunuhnya binatang liar dalam hutan, akan memampas pulakah
hukumnya anak cucu kita yang membunuh itu? dan lain-lain.
Maka menjawab ninik Perpatih nan Sabatang orang cerdik cendikia dianugerahi Allah akal dan budi yang sempurna “Berkata beliau” sebenarnya hukum itu,- kata beliau. Tetapi haluran cencang yang patut diberi pampas juga yang akan memampas hukumnya, haluran yang patut diberi jua yang akan dapat oleh si peminta itu, haluran suarang yang patut di agih juga yang dapat diberi, haluran hutang yang patut dibayar juga yang akan membayar hukumnya, haluran yang patut di pulangkan juga yang akan memulangkan hukumnya itu, yaitu tiap-tiap suatu itu pada tempatnya jua diletakkan hukumnya itu. Itulah kesudahannya kata beliau.
Yang
akan menyatakan kesalahan yang takluk kepada undang-undang
Undang-undang yang delapan dan undang-undang yang DUA BELAS
Undang-undang yang delapan dan undang-undang yang DUA BELAS
Adapun yang akan pensabitkan
atau menyatakan kesalahan yang takluk kepada undang-undang yang delapan dan
undang-undang yang dua belas itu ialah : dikuatkan dengan tanda beti (bukti)
juga jikalau tiada tanda beti (bukti)nya, maka gaiblah segala dakwa itu maka
dakwa gaib itu batal hukumnya menurut adat.
Sandi
Adat Minangkabau
Adapun adat Minangkabau itu
bersandi kepada cupak nan duo kata yang empat yaitu :
1.
Kepada Cupak yang Asli
2.
Kepada Cupak buatan
3.
Kepada kata pusako
4.
Kepada kata mufakat
5.
Kepada kata dahulu yang bertepati
6.
Kepada kata kemudian kata bercari
Jikalau
hukum adat itu tiada bersandi kepada salah satu cupak yang dua kata yang empat
itu maka tiadalah itu termasuk kepada bilangan adat yang terpakai nagari-nagari
di alam Minang kabau ini, artinya diluar dari pada adat nan Kawi syarak yang
dilazimkan orang di Minang-kabau ini.
Pada
menyatakan takluk pada kesalahan dalam adat. Adapun tempat takluk kesalahan
dalam adat itu adalah :
1.
Salah di Adat namanya
2.
Salah di Undang-undang namanya
3.
Salah dicupak namanya
4.
Salah di Agama hukum syarak namanya
KETERANGAN
Adapun kesalahan-kesalahan
yang takluk kepada salah di Adat itu adalah seperti di bawah ini:
1.
Salah
tarik namanya = sengaja menarik yang tidak patut ditarik atau
menarik yang bukan haknya
2.
Salah
menarik = sesat mengambil atau sesat menjalankannya
3.
Salah
jual = sengaja menjual yang tidak patut dijual atau
menjual yang bukan haknya
4.
Salah
menjual = sesat menjual
5.
Salah
beli = sengaja membeli yang tidak patut dibeli
6.
Salah
membeli = sesat membeli
7.
Salah
pakai = sengaja memakai yang tidak patut dipakai, atau
memakai yang tidak haknya, atau terlalu amat memakainya
8.
Salah
memakai = sesat memakainya
9.
Salah
kata = sengaja mengeluarkan kata yang tidak patut
dikatakannya
10.
Salah
mengatakan = sesat mengatakan = sesat menerangkan, sesat
menyebutkan kata, atau mengeluarkannya
11.
Salah
datang = sengaja mendatangi yang tidak patut didatangi
12.
Salah
mendatangi = sesat mendatangi
13.
Salah
tampuh = sengaja menempuh yang tidak patut ditempuh
14.
Salah
menempuh = sesat jalan = salah lalu
15.
Salah
tampah = salah menawar = salah menghargai
16.
Salah
tampo = terburu-buru nafsu menuduh = terdorong lalu
menuduh = salah sangka
17.
Salah
pegang = sengaja memegang yang tidak patut dipegang
18.
Salah
memegangkan = sesat memegangkan
19.
Salah
hadap = sengaja menghadap kepada yang tidak patut
dihadapi, atau salah maksud, salah niat, salah tujuan
20.
Salah
hadap (melihat) = sesat melihat = salah tujuan melihat
21.
Salah
turut = sengaja menurut yang tidak patut diturut
22.
Salah
menurut = sesat menurut (sesat menurutkan)
23.
Salah
bawa = sengaja membawa yang tidak patut dibawa
24.
Salah
membawa = sesat membawa
25.
Salah
membawakan = sesat membawakan = sesat melakukan pembawaan
atau kasar kelakuan
26.
Salah
lalu = sengaja melalui yang tidak patut dilalui
(terlampau amat ; lalu lalang saja)
27.
Salah
melalui = sesat melalui atau sesat jalan
28.
Salah
pandang = sengaja memandang dengan pandangan yang buruk
atau pemandangan yang jahat
29.
Salah
memandang = sesat memandang = sesat melihat
30.
Salah
pemandangan = ragu-ragu dalam pemandangan
31.
Salah
dengar = sengaja mendengar yang tidak patut didengar
32.
Salah
pandangaran = ragu-ragu dari bunyi yang didengar
33.
Dan lain-lain sebagainya, yang melanggar ia akan
adat dan istiadat yang tidak baik yang terpakai dalam nagari, boleh dihukum
menurut besar kecil salahnya itu. Dalam pada itu tentangan kesalahan yang dua
macam di atas, yang nomor satu lebih berat hukumannya dari yang menduainya dan
ada pula yang tidak boleh dihukum. Umpamanya salah pandangan dan lain-lain
seumpama itu.
Yang
Takluk dengan Salah di Undang
Ialah seperti di bawah ini :
1.
Umbuik
umbi
2.
Tipu
tepok
3.
Upeh
racun
4.
Samun
saka
5.
Sia
baka
6.
Maling
curi
7.
Ampang
galang
8.
Helo
unjun, lecut pukul, dan hantam tarajang
9.
Kincang
kicuh
10.
Amun
maki
11.
Dago
dagi
12.
Tikam
bunuh
Segala yang tersebut di atas
itu, lihat keterangannya dalam undang-undang yang delapan dan
undang-undang yang dua belas.
Salah
Pada Cupak
1.
Utang
tidak mau dibayar = engkar dari pada membayar utangnya.
2.
Salah
tidak mau menimbang = tidak mau menurut hukum membayar kesalahan yang
telah dijatuhkan penghulu atau raja (hakim) yang sudah tetap.
3.
Berebut
tidak mau mengetengahkan sementara mencari kata selesai (tidak mau di ketengahi
orang = mau menggenggam sendiri barang yang ada dalam
perebutan.
4.
Berat
tidak mau sama menjunjung pada jalan yang patutnya = mau
berlepas diri, atau mau lebih ringan dari yang lain pada barang suatu yang
patut sama-sama menanggungnya.
5.
Ringan
tidak mau sama menjinjing pada jalan yang patutnya = mau
lepas sama sekali dari pada beban yang patut sama di bawa, atau patut sama
ditanggung. Padahal tidak seberapa.
6.
Seorang
tidak mau beragih (memberi) = mau membulati sendiri barang-barang yang
sama-sama dipunyai, sebab sama-sama mengusahakannya, atau mendapatnya.
7.
Sekutu
tidak mau berbelah = tidak mau membagi barang sedikit.
8.
Sesat
tidak mau surut = sudah nyata salah tidak mau mengakui
kesalahannya (tidak mau membetulkan).
9.
Terlangkah
tidak mau kembali = sudah terlanjur tidak mau surut kepada yang
benar.
10.
Adat
tidak mau mengisi = tidak mau menurut mufakat atau adat-adat yang
telah dibiasakan orang dalam sebuah nagari.
11.
Lembaga
tidak mau menuang = tidak mau menurut mufakat atau adat-adat yang
telah dibiasakan orang dalam sebuah nagari.
12.
Benar
tidak mau dilihat = benar katanya saja, tetapi tidak mau ia dilihat
kebenarannya itu.
13.
Lurus
tidak mau ditengok (dipandang) = membenarkan
kete-rangannya saja, tetapi tidak mau ia dilihat kebenarannya dari
keterangannya itu.
14.
Dan lain-lain sebagainya, yang menyalahi ia pada
adat-adat yang dipakai orang dalam tiap-tiap nagari, yang wajib dan yang patut
diturutnya.
Adapun Salah yang Takluk
kepada Salah di Agama Hukum Syarak Ialah seperti di bawah ini :
1.
Menghentikan yang disuruh menurut hukum agama.
2.
Mengerjakan yang terlarang menurut hukum agama.
Misalnya
seperti menelangkai dalam idah, nikah tidak berwali, menghalalkan yang haram,
mensunatkan yang perlu, khisik, khianat, mengupat dan takabur, lobo, tamak dan
menyesatkan orang dari yang benar kepada yang salah dengan jalan pengajian,
karena hendak mengambil keuntungan bagi dunianya; dan lain-lain sebagainya yang
menggunakan pengajiannya tentangan agama itu mencahari kehormatan atau
mencahari keuntungan dirinya buat dunia; bukan semata-mata menurut titah ;
Allah dan Rasul. Maka sekalian orang yang bersalah itu adalah hukumnya menurut
aturan agama syarak dan boleh juga mereka itu di hukum menurut jalan adat, atau
menurut jalan peraturan undang-undang pemerintah, kalau perbuatannya itu boleh
merusakkan kepada adat-adat yang baik-baik yang terpakai dalam nagari, atau
sebab perbuatannya itu boleh merusakkan kesentosaan atau keamanan nagari.
Pada
Menyatakan Melalukan Adat
Apabila kita akan melakukan
hukum adat pertiapan kampung di pertiapan suku dalam sebuah nagari, maka
hendaklah lebih dahulu kita ketahui ke mana takluk kesalahan atau perkara orang
yang akan kita hukumkan itu, karena kalau kita salah menjalankannya (tidak
terletak suatu pada tempatnya) tak dapat tidak tentulah hukum yang kita
jatuhkan itu akan menjadi sia-sia saja kemudiannya : jangan-jangan sebab tidak
terletak suatu pada tempatnya itu perkara yang kecil bisa menjadi besar,
perkara yang akan habis bisa tidak bisa habis, dan bertambah-tambah dalam
kesomat orang karena itu. Maka untuk menghukum orang dengan tepat dan benar,
hakim harus mengetahui keempat jenis kesalahan;
1.
Salah di adat.
2.
Salah di undang.
3.
Salah di cupak.
4.
Salah di syarak (agama).
Undang-undang
yang Tepat
Adapun yang dinamakan
undang-undag yang empat itu adalah :
1.
Undang-undang nagari namanya.
2.
Undang-undang orang dalam nagari.
3.
Undang-undang dalam nagari.
4.
Undang-undang yang dua puluh.
Undang-undang
Nagari
Adapun
yang dinamakan undang-undang nagari itu, adalah seperti Hadits Melayu :
Anggari berkerat kuku. Dikerat dengan pisau siraut. Akan peraut sibetung tua. Tuanya elok kelantai Negeri yang berempat suku atau lebih, suku yang berbuah perut, kampung yang bertuo, rumah yang bertunganai. Apakah cupak dinan tuo elok dipakai, arti tuo disana orang cerdik pandai dan arti mudo disana, ialah orang yang bingung (bodoh).
Anggari berkerat kuku. Dikerat dengan pisau siraut. Akan peraut sibetung tua. Tuanya elok kelantai Negeri yang berempat suku atau lebih, suku yang berbuah perut, kampung yang bertuo, rumah yang bertunganai. Apakah cupak dinan tuo elok dipakai, arti tuo disana orang cerdik pandai dan arti mudo disana, ialah orang yang bingung (bodoh).
Undang-undang
Orang dalam Nagari
Adapun yang dinamakan
undang-undang dalam nagari itu ialah ; Salah tarik mengembalikan, salah makan
meluahkan (meludahkan), salah cotok melantingkan, sesat surut terlangkah
kembali, kufur taubat, salah kepada manusia minta maaf, yang cabuh dibuang,
yang adil dipakai, yang berbetulan berbayaran yang bersalahan berpatutan, yang
selisih dihukum, yang gaib berkalam Allah (bersumpah) yang berebut ketengah,
suarang baragih, sekutu dibelah, menyelang memulangkan, hutang di bayar piutang
diterima kalau jauh biasa berhambatan, kalau hampir bertungguan.
Adapun
tarik-menarik itu tiga perkara ;
1.
Tarik ulur
2.
Tarik cabut
3.
Tarik sagkutan
Maka
tarik menarik itu baru boleh dikerjakan, ialah kemudian dari pada tunggu dan
tangga.
Tunggu : artinya meminta piutang (menagih).
Tangga : artinya meminta piutang atau menagih.
Tunggu tangga : artinya meminta berulang-ulang datang
ketempat si berutang, ditingkat tangganya (dijelang dimana tempat diamnya).
Dalam
pada itu ia dari janji kejanji saja, tidak mau memuliakan janjinya atau
bersihilang-sihilang diri atau mencari-cari jalan bilik yang kencong buat
pelespaskan janji itu dengan bermacam-macam akal yang tiada lurus, yang
maksudnya supaya ia jangan membayar hutangnya itu, disitulah baru boleh
dilakukan tarik-menarik itu. Tidak boleh dilakukan lagi oleh siapapun,
melainkan jikalau yang berutang tidak hendak membayar hutangnya, atau dari
janji kejanji saja selalu hari, kilik nak lepas, tembang hendak mengenai, maka
yang berpehutang hendalah pergi mengadu saja kepada hakim, atau kepada siapa
yang boleh menolong ia buat menerimakan piutangnya itu. Orang itulah yang akan
memanggil mencarikan orang yang engkar membayar hutangnya itu menurut jalan
yang patut.
Undang-undang
Luhak
Adapun yang dinamakan
undang-undang luhak, yaitu seperti hadist Melayu.
Mencapak
sambil kehulu, kenalah pantau dua tiga. Dilatak di dalam cupak, batungkuih jo
daun taleh. Luhak yang berpenghulu, rantau yang beraja.
Tagaknyo indak tasundak, malenggah indak tapampeh.
Tagaknyo indak tasundak, malenggah indak tapampeh.
Keterangan undang-undang
luhak ini lebih jelas lihat kitab curai paparan adat Minangkabau pasal 91
halaman 115.
Undang-undang
yang Dua Puluh
Adapun yang dinamakan
undang-undang dua puluh itu ialah :
1.
Undang-undang yang delapan
2.
Undang-undang yang dua belas
Undang-undang
yang delapan :
1.
Dago dagi
2.
Sumbang salah
3.
Samun saka
4.
Maling curi
5.
Tikam bunuh
6.
Tipu tepok /kincang kicuh
7.
Upeh racun
8.
Sia baka
Dago dagi bertanda jahat.
Sumbang salah laku parangai. Samun saka pedang merah. Maling curi teratas
dinding, terluang lantai dan berkesan jejak. Tikam bunuh darah terserak.
Kincang kicuh, tipu tepok budi marangkak. Upeh racun bersajak dan sisa memakan.
Sia baka berpuntung suluh.
Keterangan
:
1.
Adapun yang maksud dengan kata dago, yaitu melawan
pada barang yang tidak patut dilawan, dan yang dimaksud dengan dagi ialah :
orang yang telah melakukan perlawanan kepada yang tiada patut dilawan. Jadi
dago dagi ialah orang yang sudah melanggar dua kesalahan yaitu melakukan
perlawanan kepada yang tiada patut dilawannya.
2.
Adapun yang dimaksud dengan kata sumbang ialah
barang suatu pekerjaan yang tiada patut dilakukan, atau dikerjakan dengan
maksud pekerjaan salah, yaitu orang yang melampaui larangan. Jadi sumbang salah
ialah orang yang telah melakukan dua kesalahan. Satu ialah mengerjakan yang
tidak berpatutan. Dua telah melampaui larangan. Dan lagi dalam kata-kata
sumbang tadi adalah dua takluknya.
·
Sumbang yang boleh di hokum
·
Sumbang yang tidak boleh di hukum.
Sumbang
yang boleh dihukum ialah : Segala laku perangai dan piil yang
menyalahi ia akan adat sopan santun dan piil yang menyakitkan hati orang lain
yakni, perbuatan yang memberi malu orang. Maka sumbang yang semacam itu boleh
dihukum, sesuai dengan besar kecil kesalahannya.
Sumbang
yang tidak dihukum ialah : segala sumbang yang tiada merusak atau
merugikan orang lain. Yang dapat kita lakukan hanya sesat surut berobah
diperbaiki. Misanya salah meletakkan, kancing baju, yang besar terletakkan
kepada yang kecil, yang harusnya di bawah terletakkan di atas dan sebagainya.
3.
Yang dimaksud dengan samun, yaitu orang yang
sengaja menghambat orang lain pada suatu tempat dengan menggagahi orang itu
dengan sebab yang tiada patut, mungkin hanya untuk memperlihatkan gagahnya saja
atau beraninya saja. Yang dimaksud dengan Saka ialah : orang yang menghambat
orang disuatu tempat serta menganiaya yang hujutnya yang mengambil kekayaannya.
Rebut rampas, hela unjun masuk juga kepada bilangan samun saka.
4.
Adapun yang dimaksud dengan kata maling ialah :
orang yang mengambil harta benda orang lain yang terletak dalam tempat simpanan
atau dilingkungan kediaman orang itu, diambilnya itu dengan sembunyi, diluar
sepengetahuan yang empunya, siang atau malam hari. Yang dimaksud dengan kata
Curi ialah : orang yang mengambil harta benda orang lain dengan sembunyi,
diluar sepengatahuan yang empunya, yang mana barang itu terletak diluar tempat
simpanan yang empunya dan maling itu, tiadalah takluk kepada orang lain yang
memaling barang-barang atau harta benda orang saja.
5.
Adapun yang dimaksud dengan perkataan Tikam ialah :
orang yang mengamukkan senjata kepada orang lain atau binatang yang masih
hidup, sampai luka dengan tikaman itu ataupun tidak. Yang dimaksud dengan kata
Bunuh ialah : membikin mati atau mematikan orang, ataupun binatang yang
bernyawa dengan sengaja meskipun dengan barang apa juapun dilakukannya,
mematikan orang atau binatang itu ; dengan senjata tajam ataupun tidak ; dengan
barang yang keras atau pun dengan kaki tangan baik dengan tali atau dengan air
dan api atau lain. Maka semuanya itu masuk kepada bilangan tikam bunuh jua
namanya.
6.
Adapun yang dimaksud dengan perkataan kicuh ialah :
orang yang melakukan akal jahat dengan jalan mengumbuk mengumbai menipu,
menepuk orang supaya mendapat suatu barang kepunyaan orang itu untuk dirinya
sendiri, baikpun pekerjaan itu dilakukannya utuk orang lain yang dimaksudnya ;
maka itu masuk kepada bilangan kicuh atau mendusta. Demikian juga orang yang
hendak berlepas diri dengan akal jahat dalam satu hal. Yang dimaksud dengan
perkataan Kincang ialah : orang yang melakukan akal jahat dengan tipu daya
muslihat yang tiada baik, yaitu dengan akal jahat, yang maksudnya hendak
menganiaya orang yang akan dikincangnya itu atau barang orang itu, sama ada
barang yang diperkincangkan itu, untuknya atau untuk orang lain, yaitu dengan
jalan membelok-belokkan melindungkan barang orang itu, supaya barang itu hilang
atau jauh dari yang empunyanya, atau tersembunyi yang maksudnya supaya barang
orang itu jatuh kepadanya atau kepada orang lain yang dimaksudnya. Maka dalam
hal kincang kicuh (kicuh kincang) ada kesalahan yang sebesar-besarnya dan ada
pula yang sekecil-kecilnya.
7.
Adapun yang dimaksud dengan perkataan Upas ialah : suatu
barang yang berbisa, yang memberi sakit kepada barang siapa yang memakannya,
yang saitnya karena termakan barang itu dengan berlama-lama. Yang di maksud
dengan perkataan Racun ialah : suatu yang berbisa, kalau termakan oleh siapapun
boleh memberi sakit dengan seketika yang memakan itu dan boleh mematikan orang
yang termakan racun itu dengan selekas-lekasnya. Jadi Upeh racun ialah : dua
macam barang yang berbisa yang kalau termakan boleh membunuh dengan seketika
yang kalau termakan boleh membunuh dengan seketika kepada yang memakannya.
8.
Adapun yang dimaksud dengan kata Sia (siar) ialah :
menyunu dengan api yang sedang menyala, disunukan atau dilekatkan pada ujung
atau di atas barang yang disia itu. Dan Bakar ialah : menyunu atau memanggang
suatu barang sampai hangus, sama ada dilakukan pembakaran itu dengan api yang
sedang menyala, ataupun belum menyala yang timbul nyalanya itu kemudian pada
barang yang di bakarnya itu ; meskipun tidak menyala, tetapi sudah jadi.
Adapun
yang dimaksud dengan perkataan:
1.
Cencang (tercencang) ialah : kena senjata tubuhnya
oleh yang menangkap yaitu ada berbekas luka yang tertuduh itu pada badannya
kena senjata yang menangkap atau sebab jatuhnya, atau sebab lain yang
mengenainya waktu hendak berlepas diri sehingga berbekas pada badannya.
2.
Dan yang di maksud dengan kata Teragas ialah :
dapat tertangkap pakaiannya atau barang yang sedang di pakainya dalam waktu
berbuat salah, ataupun rambutnya dapat tercabut oleh yang menangkap waktu itu,
meskipun sedikit atau lain-lain barang yang boleh jadi tanda baiti yang terang,
yang dapat pada badan yang bersalah.
3.
Adapun yang di maksud dengan kata Terlecut ialah :
tertuduh itu kena lecut dengan suatu barang yang menjadikan ada bekas lecutan
itu pada tubuhnya, atau pada pakaiannya waktu berbuat salah, atau waktu hendak
berlepas diri dari tempat berbuat salah tersebut. Dan yang di maksud dengan
perkataan Terpukul ialah : tertuduh itu ada luka atau bengkak atau baring sebab
kena pukul waktu berbuat salah, atau hendak lari dari tempat berbuat salah
tersebut.
4.
Adapun yang di maksud dengan perkataan Putus tali,
putus tali keterangan yang tertuduh itu yang dipakainya untuk melepaskan
dirinya dalam perkara yang dituduhkan kepadanya itu. Dia menerangkan bahwa ia
tidak ada di situ melainkan ada di suatu tempat lain. .. dan ia menerangkan
juga bahwa ia di tempat yang diterangkannya itu, waktu berpekara yang
dituduhkan kepadanya itu terjadi, ia ada berkawan (ada saksi) berketerangan
katanya. Maka setelah diperiksa keterangannya itu yaitu nyata dustanya itu,
maka itu namanya putus tali, yaitu putus tali keterangan yang akan melepaskan
dirinya dari tuduhan itu, malah yang ada keterangan yang menyatakan
kesalahannya saja.
5.
Adapun yang di maksud dengan perkataan Tumbang Ciak
ialah : Tumbang artinya berbunyi deras dan Ciak artinya hiruk-pikuk. Jadi
Tumbang Ciak adalah hiruk pikuk bunyinya, yakni terpekik terpiau tergempar
orang kerena mendengar bunyi hiruk-pikuk waktu kejadian itu, ada yang minta
tolong, bersorak (maling, rampok) atau menyebut nama si pemaling itu.
6.
Adapun yang di maksud dengan perkataan Enggang lalu
Atah jatuh ialah : waktu kejadian, ada orang yang lalu ke tempat itu atau
keluar dari tempat itu. Inilah yang menyebabkan orang syak hati padanya.
7.
Adapun yang di maksud dengan perkataan Berjalan
Berderas-deras ialah : sewaktu orang kemalingan itu atau kejadian itu si
tertuduh itu kelihatan oleh orang berjalan bergegas-gegas, atau lari dari
tempat itu, sebagai orang yang ketakutan, apa sebabnya ia berjalan cepat
(berlari) itu tiada diketahui orang, itulah sebabnya ia dituduh orang berbuat
kejahatan yang terjadi itu.
8.
Yang di maksud dengan Pulang Pergi Berbasah-basah
ialah : waktu orang kehilangan atau kejahatan dimana orang ada melihat bahwa si
tertuduh itu keluar (datang) dari tempat itu dengan pakaian basah-basah yang
tiada berpatutan keadaanya waktu itu.
9.
Adapun yang dikatakan Berjual Bermurah-murah ialah
: kedapatan oleh orang si tertuduh itu sedang menjual barang dengan harga
murah, yang mana murahnya itu tiada berpatutan, atau mendengar si tertuduh itu
menjual barang murah oleh sebab itu jatuhlah syak padanya.
10.
Adapun yang Dikata Dibawa Pikek Dibawa Langau ialah
: kabar-kabar berita yang kembang dalam kampung, tak dapat tidak tentulah si
anu yang itu yang berbuat kejahatan, sebab sesudah kejadian kemalingan atau
hal-hal yang tiada baik si anu itu ada begini (begitu) kelakuannya. Berita ini
dari bisik-kebisik telah kembang dalam kampung. Inilah yang dikatakan dibawa
pikek dibawa langau.
11.
Adapun yang di maksud dengan Terbayang Tertabur
ialah : terbayang, kelihatan oleh orang dari jauh atau pada tempat agak
terlindung, terbayang-bayag serupa tertuduh yang berbuat salah. Keluar atau
masuk dekat tempat kejadian itu (serupa) pakaiannya, terbayang-bayang oleh
orang. Yang di maksud dengan Tertabur Pecah ialah : berita dalam kampung,
serupa tertuduh itu benar tampak jauh oleh orang pada tempat kejadian ataupun
lalu ke tempat itu, atau karena melihat piil perangainya atau buah tuturnya
seakan-akan dia tahu dalam hal itu.
12.
Adapun yang dikatakan Kecondongan Mata orang banyak
ialah : menurut sangka-sangka hati orang banyak tak dapat tidak tertuduh si anu
itu yang bersalah, yang berbuat kejadian itu. Sebab ada beberapa tanda-tanda
tentangan laku perangainya yang bersalah sejak perkara itu terjadi dan ia sudah
biasa Runcing Tanduk Bengkak Kening, selain itu ada tanda-tanda yang
menyebabkan hati orang jadi syak, bahwa si anu itulah yang berbuat. Maka segala
yang tersangkut oleh yang dua belas di atas itu dikatakan juga kepada terdakwa,
tertukik jejak mendaki, tersendorong jejak menurun, berbau bak embacang,
berjejak bak bakiak, bersurih bak sipasin dan lain-lain.
Hukum
Orang yang Salah Melanggar Undang-undang Nan Empat
Hukum orang melanggar
undang-undang nan empat :
·
Salah kepada raja namanya.
·
Salah kepada penghulu namanya.
Salah kepada raja, hukumnya
hukum bunuh (pancung /gantung). Adapun yang di maksud perkataan Beremas Hidup
itu ialah : orang yang bersalah itu membayar hutang adat kesalahannya yang
dihukumkan penghulu kepadanya. Yang di maksud Tidak Beremas Mati ialah : tidak
kuasa mereka yang dihukum membayar hutang adat, tentangan kesalahan yang
dihukumkan penghulu-penghulu kepadanya maka orang itu mati, mati pula nama
hukumnya sepanjang adat, ialah dimatikan hak mereka itu sepanjang adat
(dikeluarkan dari segala adat negeri). Tidak dibawa seadat selimbago lagi,
tidak dibawa duduk sama rendah, tegak sama tinggi yakni keluar dia dari adat.
Hukum
Dibuang Sepanjang Adat
1.
Buang siriah namonyo
Yakni
buang yang boleh diampuni kalau sudah sampai tempo lamonyo buangnya itu atau
kalau ia suka (bisa) membayar hukumnya yang dihukum kepadanya
2.
Buang Biduak namonyo
Yaitu
orang yang dibuang sekaum (dari kaumnya). Bila ia telah mau bertobat kembali
dan mau memenuhi hukuman yang telah dihukumkan kepadanya, maka boleh pula ia
diterima kembali saadat salimbago seperti sedia kala.
3.
Buang Hutang namonyo
Yaitu
orang yang dibuang, sebab tidak membayar dia (bangunan) dan orang-orang yang
salah tidak mau membayar hutang adat yang dihukumkan kepadanya sebab ia salah
ngomong memaki, atau mencaci maki kepada raja atau penghulu atau orang patut
yang memegang adat dan lain-lain seumpamanya maka orang itu boleh pula diterima
kembali seadat selembaga kalau ia telah membayar kesalahannya. Tetapi ia harus
membayar kesalahan utang baris namanya. Yaitu selain dari membayar kesalahan
sebab ia dibuang tadi, mereka itu mesti membayar pula satu kesalahan lagi sebab
ia engkar membayar hutang pertama tadi yakni sebab tidak menurut baris balabeh,
adat yang terpakai dalam nagari, hutang balabeh (baris) itu setinggi tingginya
tidak boleh lebih dari 20 mas (dua puluh rial) dan serendah-rendahnya hingga
sepaha (4 mas).
4.
Buang Pulus namonyo
Yaitu
orang yang dibuang, diharamkan ke kampung buat selama-lamanya atau buat
sementara waktu ia dijadikan menjadi hamba sahaja (hamba raja), kemudian kalau
dia sudah menjalani hukuman itu dan sudah dipandang baik oleh timbangan raja,
maka raja ada hak mengampuni kesalahan itu.
5.
Buang Tingkarang ( Buang tembikar)
Atau
buang saro namanya, yakni buang yang tidak boleh diampuni atau diterima kembali
selama-lamanya, masuk di dalam adat. Ialah tantangan hutang yang tidak boleh
dibayar, salah yang tidak boleh ditimbang dengan emas samalah hukumnannya
dengan orang yang salah kepada raja tersebut di atas.
Pada
Menyatakan Hukum dan Timbangan
Adapun hukum dan timbangan
orang yang melanggar undang-undang adat itu dalam sebuah nagari adalah seperti
di bawah ini:
1.
Ada yang dihukum bermaaf-maaf saja, sesat surut
terlangkah kembali, elok dipakai buruk dibuang.
2.
Ada yang dihukum salah pagi ampun petang, salah
petang ampun pagi namanya, yaitu hukum menyembah meminta ampun kepada tempatnya
bersalah, hukum ini terpakai kepada adik salah kepada kakak, kemenakan, salah
kepada mamak, anak salah kepada ibu dan bapanya, yaitu atas orang yang berkaib
berbait yang berkaum berkeluarga ialah tentang salahnya yang berkecil-kecil,
sesat surut salah tobat namanya, elok dipakai buruk dibuang.
3.
Ada yang dihukum salah menjamu minum makan dengan
sekedar apa yang ada saja, yaitu salah anak buah kepada tuannya, kepada ninik
mamaknya, yang kecil-kecil salahnya sepanjang adat, elok dipakai buruk dibuang,
di muka ninik mamak dan orang tua-tua di situ.
4.
Ada yang dihukum salah menjamu minum makan dengan
memotong ayam, serta dengan nasi kuning, atau nasi lemak dengan berdoa meminta
ampun kepada tempat ia berbuat salah, diperbuat di rumah yang salah, dipanggil
ke situ tempat ia bersalah, dan dirujukkan yang bersalah itu kepada tempat ia
bersalah, elok dipakai buruk dibuang, di muka ninik mamak dan orang yang patut
patut.
5.
Ada yang dihukum menjamu minum makan dengan membawa
singgang ayam serta nasi kuning, serta membawa sirih di cerana, menjelang ke
rumah tempat ia berbuat salah, disitu berjamu-jamu minum makan dengan
bermaaf-maaf dari kesalahan itu.
6.
Ada yang dihukum salah mayambah dengan menating
sirih secerana dibawa ke balai adat, dilalukan sirih itu di muka kerapatan adat
penghulu, kepada tempat ia bersalah dengan meminta maaf pula kepada segala
penghulu serta orang patut-patut yang hadir di situ.
7.
Ada yang dihukum memotong kambing di rumah tangga
yang bersalah dengan menjamu minum makan, dipanggil tempat ia bersalah ke situ,
serta ninik mamak dalam kampung, dalam suku dan ninik mamak dalam nagari mana
yang patut patut serta tua-tua cerdik pandai di situ dengan mendoakan elok
dipakai buruk dibuang dengan bermaaf-maaf.
8.
Ada yang dihukum jawi menjamu ninik mamak dalam
suku dan ninik mamak seisi nagari dan orang tua-tua cerdik pandai dan yang
patut-patut tahu elok dipakai buruk dibuang dengan bermaaf-maafan.
9.
Ada yang dihukum memotong kerbau, menjamu ninik
mamak seisi nagari serta ditambah pula dengan mengisi adat menuang lembaga
membayar hutang baris, dijadikan di rumah tangga yang bersalah, elok dipakai
buruk dibuang dengan bermaaf-maaf.
10. Ada
yang dihukum membayar DIAT (bangun) atau mengisi adat menuang lembaga, sebab
merusak adat, atau pangkat derajat orang, serta menjamu minum makan dengan
memotong kambing atau jawi, atau kerbau, menurut patutnya timbangan kerapatan
penghulu penghulu dan ada pula yang ditambah dengan membayar hutang baris, mengisi
adat menuang lembaga, dijadikan di rumah tangga yang bersalah, ke situ
dipanggil penghulu penghulu negari serta orang tua-tua cerdik pandai dan orang
patut-patut serta berdoa dan bermaaf-maafan, elok dipakai buruak dibuang.
11. Dan
lain-lain macam hukum itu, menurut yang diadatkan orang dalam sebuah –sebuah
nagari.
12. Adapun
hukum hukuman yang tersebut di nomor 7-8-9 dan 10 itu, ada yang dihukumkan
dirumah tangga yang bersalah dan ada pula yang dihukumkan di medan majelis di
tempat tempat yang berserikat: seperti di gelanggang atau di balai adat dan
lain-lain sebagainya.
13. Segala
orang-orang yang terhukum menurut sepanjang adat tersebut di atas, jikalau
terhukum itu keras bak batu, tinggi bak langit namanya, dengan tidak
sebab-sebab yang patut dan ia tidak menaikkan bandingan atas hukuman yang
dijatuhkan kepadanya itu, kepada hakim yang tinggi, kerena menurut adat apabila
hukum jatuh:
6.
Pertama dibanding (1). Kedua diselasai ketiga
diserikati. Ketiga, diserikati (3). Atau ia ada menaikkan banding, tetapi
bandingannya tidak laku. Dalam pada itu mereka keras juga tidak mau menurut
hukum yang telah ditetapkan kepanya itu, dan telah diberi nasehat oleh
penghulu-penghulu, atau orang-orang cerdik pandai tidak juga mau menurut, maka
mereka itu dipanggil sekali lagi kepada rapat nagari, dan rapat nagari setelah
menanyainya, maukan ia menurut timbangan kerapatan nagari itu atau tidak.
Jikalau mereka itu menjawab mau, maka ditentukan harinya oleh nagari ia
melangsungkan pekerjaan menjalankan hukuman itu dan kalau tidak mau terima juga
hukuman itu, ataupun tidak mau menemui panggilan itu, maka hari itulah
dijatuhkan hukuman buang tersebut di atas kepada orang-orang yang terhukum itu,
sebagai mana yang ditetapkan penghulu-penghulu, BUANGNYA ITU, serta
diberitahukan kepada nagari (isi nagari) dengan dikumpulkan cenang supaya
segala orang tahu: Bahwa sianu itu telah dikeluarkan dari sepanjang adat nagari
itu. Tidak akan dibawa ia seadat selembaga, duduk sama rendah tegak sama
tinggi, dalam segala hal yang bersangkut kepada adat istiada nagari itu dan
lain-lain sebagainya. Begitulah orang mengeluarkan orang dari adat adat nagari.
14.
Jikalau bandingan yang dinaikan orang itu kepada
hakim yang lebih tinggi, ada laku: meski hukumannya ditambah atau dikurangi,
atau ditetapkan, ataupun dilepaskan oleh hakim yang ia membanding itu, maka
hukuman itulah pula yang wajib diturut mereka itu. Begitu pun hakim yang
pertama tadi yang dihukumnya terbanding, wajiblah hakim itu menurut dan
menguatkan pula hukuman hakim yang tempat orang itu menaikkan banding, sebab
kata adat, kalau naik banding rebah hukuman dan kalau rebah bandiang naik
hukuman. Maka jika apa-apa hukuman yang dijatuhkan hakim tempat ia membanding
itu, tidak pula mau ia memakai tempat ia membanding itu, tidak pula mau ia
memakai, sampai kepada tempat penghabisan ia boleh menaikkan banding tiap-tiap
kali itu ia keras juga, tidak mau turut hukuman yang dijatuhkan oleh tempat ia
membanding itu, karena lebih berat, melainkan ia mau memakai hukuman yang
dahulu, sebab lebih ringan, maka itu tidak diterima lagi melainkan kalau ia
tidak mau memakai hukuman hakim yang lebih tinggi tempat membanding itu
disitulah baru boleh dijatuhkan kepada mereka itu yang paling besar kesalahan,
tentangan hukuman buang membuang itu kepada yang tidak mau menurut alur patut
itu.
15.
Adapun yang berhak menjatuhkan hukuman buang
membuang atau mengeluarkan orang dari pada adat adat nagari itu. Dalam sebuah
nagari ialah kebulatan kerapatan penghulu-penghulu senagari itu. Yang satu
adatnya. Kebulatan penghulu penghulu senagari itulah saja yang berhak
menjatuhkan hukum buang membuang orang dari adat nagari itu, lain tidak.
Tentangan kerapatan adat orang satu penghulu itu atau kerapatan orang sebuah
perut, atau sebuah jurai atau sebuah payung atau sebuah suku saja tidaklah
berhak menjatuhkan hukuman mengeluarkan orang dari dalam adat nagari itu
melainkan mereka itu boleh menyatakan: Tidak membawa sehilir semudik (sepai
sedatang), seberat seringan, seutang sepiutang, selarang sepantangan, seduduk
setegak lagi karena orang-orang itu salah merusakkan adat pergaulan (perkauman)
sebab membuat malu dalam kaum baik kaum serumah atau seperut, sejurai sepayung,
sesuku atau sekampung, yaitu sengaja merusakan adat merendahkan adat kebangsaan
kaumnya itu dan lain-lain, yang jalannya merusakkan adat berkaum dan memberikan
malu sopan, bukan bersangkut kepada perkara harta benda, hutan tanah, sawah
ladang dan lain-lain harta.
Pasal
Menyatakan Hukuman Maling Curi
Hukum Orang Memaling Orang
Adapun hukuman orang
memaling orang itu adalah:
1.
Jikalau sudah dapat tanda baitinya orang memaling
orang itu, maka hukuman orang yang bersalah itu: Kalau yang memalingnya itu
telah menjualnya, maka lebih dahulu dihukum ia menebus orang uang dimalingnya
itu dan dipulangkan kepada ahli waris orang yang dimalingnya itu. Sudah itu
barulah mendenda penghulu penghulu dalam negeri (suku-suku) jikalau yang
dimalingnya itu orang yang baik-baik (bangsawan). Maka dendanya itu adalah
setahil sepaha, sepuluh emas-limakupang-lima busuk-sekupang-sepihak enam kundi
(6 suku). Jikalau ada emas hidup tidak beremas mati.
2.
Jikalau bukan orang baik-baik yang dimalingnya itu,
maka hukumannya:
a.
Setelah ditebusinya orang yang dimalingnya itu maka
disuruh cemuki orang yang memalingnya itu oleh orang yang dimalingnya
berturut-turut tiga hari, atau tujuh hari lamanya, atau oleh ahli waris yang
dimalingnya itu.
b.
Sudah itu barulah mendenda penghulu penghulu yang
keenam suku (kalau suku enam). Dendanya ialah: sepuluh emas-tengah tiga emas-
lima kupang- lima busuk- sekupang- sepihak-empat kundi. Jikalau ada beremas
hidup- tidak beremas mati.
Hukuman
Orang Memaling Binatang Ternah Kerbau/Lembu
Jikalau
telah dapat tanda baiti orang maling ternak itu:
1.
Dihukum yang memaling ternak itu, memulangkan
ternak atau harga ternak yang dimalingnya itu.
2.
Sudah itu barulah mendenda penghulu penghulu
(penghulu kepala) atau kepala penghulu. Dendanya itu sepuluh emas –lima busuk-
sekopang- sepiak- empat kundi.
Hukum Orang Memaling Kambing, Ayam atau Itik (Burung)
Jikalau sudah dapat tanda
baiti. Maka hukumannya itu didenda Yaitu-tengah tiga emas- Lima Kupang- Lima
busuk- sekupang- sepihak empat kundi dan tiadalah boleh dihukum mati orang itu,
melainkan kalau ia tidak beremas pembayar denda itu maka disuruh cambuki orang
itu kepada yang empunya harta yang dimalingnya itu, atau kepada hulu balang
adat dalam nagari: tujuh hari lamanya berturut-turut. Hukuman ini boleh
dijalankan saja oleh sebuah suku, tidak perlu serapat nagari.
Hukuman
Orang Memaling Padi atau Lain-lain Makanan yang Mengenyangkan
Maka hukumannya itu ialah didenda
saja, yaitu denda setahil-sepaha- sepuluh emas- lima kupang- lima busuk-
sekupang- sepiak- empat kundi atau disuruh cambuki orang itu berturut-turut
selama tujuh hari, kepada yang empunya harta yang dimalingnya itu atau oleh
hulu balang. Maka di sini terpakai juga hukuman: Beremas, hidup, tidak beremas
mati ialah menilik besar kecil atau banyak harta orang itu yang dimalingnya.
Hukuman
Memaling Cempedak (Nangka)
Adapun hukuman memaling
nangka itu, jikalau telah dapat tanda baitinya, maka dendanya: tengah tiga
emas, lima kupang, lima busuk, sekupang, sepiak, empat kundi. Jikalau orang itu
tidak kuasa membayar denda tersebut maka digantungkan nangka itu pada lehernya
dan dibawanya berjalan keliling nagari, tempat salahnya itu, tujuh hari
berturut-turut.
Hukuman
Orang Memaling Tebu atau Pisang
Adapun
hukuman orang memaling tebu atau pisang itu, jika telah dapat tanda baitinya,
maka dendanya itu ialah sekupang-empat kundi. Dan tidaklah disiksa orang itu.
Hukuman Orang Memaling Kelapa
Hukuman Orang Memaling Kelapa
Adapun orang memaling kelapa
itu hukumannya ialah: Jika telah dapat tanda baitinya, dan dendanya itu ialah:
Lima kupang-lima busuk, sekupang, sepiak, empat kundi: karena kelapa adalah
kehormatan segala makanan.
Hukuman
Orang Memaling Pagar atau Lahan atau Jerat
Adapun hukuman orang
memaling pagar, atau alahan, atau jerat itu, jikalau telah dapat tanda
baitinya, maka dendanya: Lima kupang, lima busuk, sekupang, sepiak, empat
kundi.
Hukuman Orang Memaling
Supedas atau Kunyit atau Tanaman yang Berisi dalam Tanah
Adapun hukuman orang
memaling supedas atau kunyit atau tanaman yang berisi dalam tanah, jikalau
telah dapat tanda baitinya, maka dendanya: Lima emas, Lima kupang, sepiak,
empat kundi.
Hukuman
Orang Memaling Sirih atau Pinang atau Buah-buahan yang Lain yang Sebangsanya
Adapun hukuman orang memaling sirih atau pinang atau buah-buahan yang lain yang sebangsanya, jikalau telah dapat tanda baitinya, maka dendanya: Lima busuk, Sekupang, Sepiak, Empat kundi.
Adapun hukuman orang memaling sirih atau pinang atau buah-buahan yang lain yang sebangsanya, jikalau telah dapat tanda baitinya, maka dendanya: Lima busuk, Sekupang, Sepiak, Empat kundi.
Demikianlah tersebut dalam
Tambo adat lama yang dipakai orang tentang hukuman maling curi masa dahulu.
Dalam pada itu, adalah pula pancung perengnya yang tersebut masing-masing itu,
yakni tinggi rendahnya, atau bersar kecilnya hukuman tersebut, dan
setinggi-tingginya ialah sebanyak yang tersebut dalam masing-masing bagian itu.
Dan
yang serendah-rendahnya tidak boleh kurang dari sekupang, Sepiak empat kundi.
Maka sekarang segala hukum hukum yang tersebut di pasal 19. Ini sekali-kali
tidak boleh dihukum lagi dalam sebuah nagari Minangkabau ini, karena ada
undang-undang baru yang diperbuat pemerintah Belanda, buat pengganti hukuman
itu, untuk penjaga keamanan dan keselamatan negeri negeri kita di Minangkabau
ini.
Perhitungan Uang Lama dan Uang Baru Kesatu:
Perhitungan Uang Lama dan Uang Baru Kesatu:
Adapun pada masa dahulu, sebelum kita dijajah oleh bangsa dari Barat, Nenek moyang kita mempergunakan emas sebagai uang (alat untuk tukar-menukar). Emas itulah yang dijadikan uang. Sampai kini menjadi sebutan juga. Kalau orang kaya dikatakan banyak emas, kalau orang miskin dikatakan tidak bermas.
Begitupun kalau hukum
menghukum perkara, uang jurah dinamakan Thail emas. Dan uang yang tidak kuasa
membayar denda adat, dihukumkan tidak beremas, mati namanya, dan lain sebagai
sebutan emas itu. Maka adalah menurut perhitungan orang dahulu. Emas itu yang
dikata seuang “berat enam kundi” yaitu emas yang seperti serbuk halusnya,
ditimbang denga neraca, seberat enam buah kundi. Dengan itulah orang menentukan
berat se uang, sampai kepada berat sepiak- se emas- se paha – se tahil dan
seterusnya sampai berapa banyaknya.
Emas itu ditimbang menjadi
perhitungan uang buat penukar pembeli dan perhitungan yang sekecil kecilnya,
ialah beras semiang namanya, yaitu berat sebuah kulit padi dan berat sebuah
melukut ujung berat. Diatas itu berat sepadi dan berat seberas namanya.
Di atas itu setengah uang
namanya yaitu berat tiga kundi. Begitulah yang sekecil-kecilnya, dan
kelipatannya keatas ialah: Yang setali tiga uang, yang sekupang enam uang, yang
seemas empat kupang, yang setahil enam belas emas, yang sebusuk enam piak
(sekupang) piak namanya, dan disebut orang juga tiang belas namanya kata orang
dahulu, yang sekati dua puluh tahil, begitulah jalan perhitungan uang
orang-orang masa dahulu, hingga berlipat-lipat sampai beberapa banyaknya.
Maka pada abad kelima belas
(ke-15), masuklah orang Portugis dan orang Spanyol ke tanah kita ini, maka
orang Spanyol itu membawa perhitungan RIAL kemari, yaitu rial seperti namanya.
Itulah mulanya orang kita menyebut Rial. Yang serial itu sama dengan satu Mas.
Dan kira-kira dalam abad
ke-17 masuk pula orang Inggris dan orang Belanda ke tanah kita ini, maka orang
Belanda membawa yang terbuat dari tembaga, dua macamnya: dan orang Inggris pun
membawa pula uang tembaga yang tipis, diantaranya ada yang bergambar ayam maka
uang itu dinamakan oleh orang di sini Pitih Mipih (garih) yaitu kependekan dari
pada penyebut pitih Anggarih (Inggris) dan pitih yang dibawa oleh Belanda
dinamakan orang pitih sirah, maka kedua macam uang itu disebutkan jugan kepeng
namanya: sebab terbuat berkeping keping.
Adapun
pitih sirah itu bagi Belanda bernama VEREENICE DE OoST INDISCHE COMPAGNIE
(VOC). Maka semenjak masuknya pitih sirah dan pitih garih itu, maka perhitungan
uang itu yaitu:
a.
Beruang enam
b.
Beruang delapan
c.
Beruang sepuluh
Adapun
yang disebut beruang enam itu adalah= 6 pitih sirah 3 pitih segadang = 24 pitih
garih.
Adapun
yang disebut beruang delapan itu adalah= 8 pitih sirah 4 pitih segadang = 32
pitih segarih.
Adapun
yang disebut beruang puluh itu adalah= 10 pitih sirah 5 pitih segadang = 40
pitih segarih.
Kemudian
setelah beberapa lama, maka orang Belanda membawa lagi satu macam uang tembaga
yang bernama cent dan benggol dan rimis. Maka uang cent dan benggol itu kalau
dibawa kepada perhitungan uang yang tiga macam tersebut, adalah seperti di
bawah ini perhitungannya:
Yang seuang enam= 5 uang cent = 2 benggol = 10
rimis
Yang seuang lapan= 5 uang cent + 2 keping sirah
atau 8 garis = 2 benggol + keping sirah atau + 8 garis
Yang seuang puluh = 71/2 cent + i keping sirah atau
+ 4 garih = 3 benggol + 1 keping sirah atau 4 garih
Maka semenjak datang uang
cent dan benggol itu, pitih sirah dan pitih garih tadi sudah bernama pitih lama
namanya. Ialah sudah ada tukarannya yang baharu, yaitu cent dan benggol rimih
tersebut. Adapun ketiga macam uang tersebut itu kalau dijadikan – kupang- emas
(rial) dan paha atau kati, maka yang setalinya – yang sekupangnya – yang se
emasnya, yang sepahanya ataupun sekatinya, ialah menurut kelipatan dari
masing-masing uang itu (yang tiga macam itu)
Yang
setali uang enam = tiga kali seuang enam, yaitu 18 pitih sirah
Yang setali uang lapan = tiga kali seuang lapan yaitu 24 pitih sirah
Yang setali uang puluh = tiga kali seuang puluh yaitu 30 pitih sirah
Yang setali uang garih = tiga kali seuang garih yaitu 18 pitih garih.
Yang setali uang lapan = tiga kali seuang lapan yaitu 24 pitih sirah
Yang setali uang puluh = tiga kali seuang puluh yaitu 30 pitih sirah
Yang setali uang garih = tiga kali seuang garih yaitu 18 pitih garih.
Itulah yang dikatakan setali
tiga uang, yakni sama-sama tiga uang, tetapi perhitungannya tiadalah sama,
melainkan berlainan. Sebagaimana tersebut di atas. Begitulah kelipatan
masing-masing uang itu ialah menurut kelipatan masing-masing (bilangan) uang
itu pula, kalau dibawa kepada kupang, emas, paha, tahil, kati, dan seterusnya
sampai beberapa banyak
Kedua:
Adapun yang dikatakan sebusuk, atau tiang belah tersebut di atas tadi, kalau dibawa kepada perhitungan uang baru sekarang, ialah sama dengan 60 cent banyaknya/
Adapun yang dikatakan sebusuk, atau tiang belah tersebut di atas tadi, kalau dibawa kepada perhitungan uang baru sekarang, ialah sama dengan 60 cent banyaknya/
Ketiga:
yang sepihak, ialah 12 pitih sirah = 10 cent = 48 garih harganya, perhitungan itu tidak berselisih, melainkan sama buat se-Alam Minangkabau
yang sepihak, ialah 12 pitih sirah = 10 cent = 48 garih harganya, perhitungan itu tidak berselisih, melainkan sama buat se-Alam Minangkabau
Keempat:
Kalau perhitungan uang lama itu dibawa kepada uang perak, boleh dipakai penimbang emas yaitu seperti di bawah ini:
Kalau perhitungan uang lama itu dibawa kepada uang perak, boleh dipakai penimbang emas yaitu seperti di bawah ini:
Berat
sebuah uang mimik, ialah setengah emas, atau 12 kundi
Berat sebuah uang tali ialah kira-kira se-emas empat buncis, atau 28 kundi
Berat sebuah uang suku, tetap dua dan berat sebuah rupiah tetap empat emas. Itulah uang perak yang dipakai orang penimbang emas di Minangkabau.
Berat sebuah uang tali ialah kira-kira se-emas empat buncis, atau 28 kundi
Berat sebuah uang suku, tetap dua dan berat sebuah rupiah tetap empat emas. Itulah uang perak yang dipakai orang penimbang emas di Minangkabau.
Kelima:
Yang dikatakan sepating setali banyak, ialah setali banjak,- ialah tiga uang emas = 18 keping sirah, yaitu kelipatan dari dua kali tengah dua uang enam (dua kali 9 pitih sirah), artinya sekali lipat: begitulah tali banjak. Sekali lipat pula kiri kanan, yang satu tali bajak itu, demikianlah perhitungan uang lama dan uang baru di masa itu.
Yang dikatakan sepating setali banyak, ialah setali banjak,- ialah tiga uang emas = 18 keping sirah, yaitu kelipatan dari dua kali tengah dua uang enam (dua kali 9 pitih sirah), artinya sekali lipat: begitulah tali banjak. Sekali lipat pula kiri kanan, yang satu tali bajak itu, demikianlah perhitungan uang lama dan uang baru di masa itu.
Keenam:
Mulai Indonesia merdeka uang itu berubah lagi: yaitu: 1 cent, 5 cent, 10 cent, 25 cent (satu tali), 50 cent, 100 cent (satu rupiah).
Mulai Indonesia merdeka uang itu berubah lagi: yaitu: 1 cent, 5 cent, 10 cent, 25 cent (satu tali), 50 cent, 100 cent (satu rupiah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar