Halaman

Jumat, 21 Juni 2013

Hukum Adat Di Minangkabau

Adapun hukum adat itu ada dua belas perkara yaitu:
1.            Basasok bajarami
2.            Bapandan bapakuburan
3.            Basuri batuladan
4.            Jiko jauah buliah ditunjuakkan
5.            Kalau hampia buliah dikakokkan
6.            Batampek bakadudukan
7.            Babarih babalabek
8.            Ado bailia bamudiak
9.            Baulu bamuaro
10.        Ba-alua bapatuik
11.        Batando babaiti
12.        Basaksi bakatarangan

Ketetapan Hukum Penghulu

Adapun Ketetapan hukum penghulu adat itu ada sepuluh perkara yaitu:
1.      Nan mancancang nan mamampeh
2.      Nan mambunuah jua nan mambari baleh
3.      Nan salah makan juo nan maludahkan
4.      Nan sasek juo nan disuruikkan
5.      Nan salah tarik jua nan mangambalikan
6.      Nan gawal juo nan akan mengubah
7.      Nan ma-ambiak juo nan akan mamulangkan
8.      Nan barutang juo nan akan mambaia
9.      Nan salah juo nan akan batimbang
10.  Malatakkan sasuatu pado tampeknyo

Itulah ketetapan hukum penghulu pada adat yang kawi dalam tiap-tiap negeri.
Luhak dan laras: Seperti hadis Melayu
Sibakacang sibakapeh,
urang Silungkang mambao aia
Nan mancancang nan mamampeh,
nan barutang nan mambaia
Itulah kesudahan hukum yang ditetapkan oleh Ninik Katumanggungan dengan Ninik Perpatih Nan Sabatang tatkala di balai-balai yang saruang di Pariangan Padang Panjang.
Maka berkata ninik Sri Maharaja yang bermaga-maga, membanding hukum itu. Yang diberi dapat saja, yang disalang akan dipulangkan, yang mencencang akan memampas hukumnya yang membunuh akan memberi balas (bangun) saja hukumnya.
Akan habislah anak cucu kita dikemudian hari jadinya. Jikalau orang meminta sirih pinang itu, akan dapat sajakah hukumnya kampia dan carano yang diberikan orang kepada yang meminta sirih pinang itu?

Dan kalau orang meminta kapur diberikan orang kapuran tempat kapur itu,
akan dapat sajakah kapuran itu hukumannya?
dan kalau dicancangnya keju darimba, akan berhutang pulalah anak cucu kita hukumnya itu, dan kalau dibunuhnya binatang liar dalam hutan, akan memampas pulakah hukumnya anak cucu kita yang membunuh itu? dan lain-lain.

Maka menjawab ninik Perpatih nan Sabatang orang cerdik cendikia dianugerahi Allah akal dan budi yang sempurna “Berkata beliau” sebenarnya hukum itu,- kata beliau. Tetapi haluran cencang yang patut diberi pampas juga yang akan memampas hukumnya, haluran yang patut diberi jua yang akan dapat oleh si peminta itu, haluran suarang yang patut di agih juga yang dapat diberi, haluran hutang yang patut dibayar juga yang akan membayar hukumnya, haluran yang patut di pulangkan juga yang akan memulangkan hukumnya itu, yaitu tiap-tiap suatu itu pada tempatnya jua diletakkan hukumnya itu. Itulah kesudahannya kata beliau.
Yang akan menyatakan kesalahan yang takluk kepada undang-undang
Undang-undang yang delapan dan undang-undang yang DUA BELAS
Adapun yang akan pensabitkan atau menyatakan kesalahan yang takluk kepada undang-undang yang delapan dan undang-undang yang dua belas itu ialah : dikuatkan dengan tanda beti (bukti) juga jikalau tiada tanda beti (bukti)nya, maka gaiblah segala dakwa itu maka dakwa gaib itu batal hukumnya menurut adat.
Sandi Adat Minangkabau
Adapun adat Minangkabau itu bersandi kepada cupak nan duo kata yang empat yaitu :
1.      Kepada Cupak yang Asli
2.      Kepada Cupak buatan
3.      Kepada kata pusako
4.      Kepada kata mufakat
5.      Kepada kata dahulu yang bertepati
6.      Kepada kata kemudian kata bercari

Jikalau hukum adat itu tiada bersandi kepada salah satu cupak yang dua kata yang empat itu maka tiadalah itu termasuk kepada bilangan adat yang terpakai nagari-nagari di alam Minang kabau ini, artinya diluar dari pada adat nan Kawi syarak yang dilazimkan orang di Minang-kabau ini.
Pada menyatakan takluk pada kesalahan dalam adat. Adapun tempat takluk kesalahan dalam adat itu adalah :

1.      Salah di Adat namanya
2.      Salah di Undang-undang namanya
3.      Salah dicupak namanya
4.      Salah di Agama hukum syarak namanya

KETERANGAN
Adapun kesalahan-kesalahan yang takluk kepada salah di Adat itu adalah seperti di bawah ini:
1.            Salah tarik namanya = sengaja menarik yang tidak patut ditarik atau menarik yang bukan haknya
2.            Salah menarik = sesat mengambil atau sesat menjalankannya
3.            Salah jual = sengaja menjual yang tidak patut dijual atau menjual yang bukan haknya
4.            Salah menjual = sesat menjual
5.            Salah beli = sengaja membeli yang tidak patut dibeli
6.            Salah membeli = sesat membeli
7.            Salah pakai = sengaja memakai yang tidak patut dipakai, atau memakai yang tidak haknya, atau terlalu amat memakainya
8.            Salah memakai = sesat memakainya
9.            Salah kata = sengaja mengeluarkan kata yang tidak patut dikatakannya
10.        Salah mengatakan = sesat mengatakan = sesat menerangkan, sesat menyebutkan kata, atau mengeluarkannya
11.        Salah datang = sengaja mendatangi yang tidak patut didatangi
12.        Salah mendatangi = sesat mendatangi
13.        Salah tampuh = sengaja menempuh yang tidak patut ditempuh
14.        Salah menempuh = sesat jalan = salah lalu
15.        Salah tampah = salah menawar = salah menghargai
16.        Salah tampo = terburu-buru nafsu menuduh = terdorong lalu menuduh = salah sangka
17.        Salah pegang = sengaja memegang yang tidak patut dipegang
18.        Salah memegangkan = sesat memegangkan
19.        Salah hadap = sengaja menghadap kepada yang tidak patut dihadapi, atau salah maksud, salah niat, salah tujuan
20.        Salah hadap (melihat) = sesat melihat = salah tujuan melihat
21.        Salah turut = sengaja menurut yang tidak patut diturut
22.        Salah menurut = sesat menurut (sesat menurutkan)
23.        Salah bawa = sengaja membawa yang tidak patut dibawa
24.        Salah membawa = sesat membawa
25.        Salah membawakan = sesat membawakan = sesat melakukan pembawaan atau kasar kelakuan
26.        Salah lalu = sengaja melalui yang tidak patut dilalui (terlampau amat ; lalu lalang saja)
27.        Salah melalui = sesat melalui atau sesat jalan
28.        Salah pandang = sengaja memandang dengan pandangan yang buruk atau pemandangan yang jahat
29.        Salah memandang = sesat memandang = sesat melihat
30.        Salah pemandangan = ragu-ragu dalam pemandangan
31.        Salah dengar = sengaja mendengar yang tidak patut didengar
32.        Salah pandangaran = ragu-ragu dari bunyi yang didengar
33.        Dan lain-lain sebagainya, yang melanggar ia akan adat dan istiadat yang tidak baik yang terpakai dalam nagari, boleh dihukum menurut besar kecil salahnya itu. Dalam pada itu tentangan kesalahan yang dua macam di atas, yang nomor satu lebih berat hukumannya dari yang menduainya dan ada pula yang tidak boleh dihukum. Umpamanya salah pandangan dan lain-lain seumpama itu.
Yang Takluk dengan Salah di Undang
Ialah seperti di bawah ini :
1.            Umbuik umbi
2.            Tipu tepok
3.            Upeh racun
4.            Samun saka
5.            Sia baka
6.            Maling curi
7.            Ampang galang
8.            Helo unjun, lecut pukul, dan hantam tarajang
9.            Kincang kicuh
10.        Amun maki
11.        Dago dagi
12.        Tikam bunuh

Segala yang tersebut di atas itu,  lihat keterangannya dalam undang-undang yang delapan dan undang-undang yang dua belas.
Salah Pada Cupak
1.            Utang tidak mau dibayar = engkar dari pada membayar utangnya.
2.            Salah tidak mau menimbang = tidak mau menurut hukum membayar kesalahan yang telah dijatuhkan penghulu atau raja (hakim) yang sudah tetap.
3.            Berebut tidak mau mengetengahkan sementara mencari kata selesai (tidak mau di ketengahi orang = mau menggenggam sendiri barang yang ada dalam perebutan.
4.            Berat tidak mau sama menjunjung pada jalan yang patutnya = mau berlepas diri, atau mau lebih ringan dari yang lain pada barang suatu yang patut sama-sama menanggungnya.
5.            Ringan tidak mau sama menjinjing pada jalan yang patutnya = mau lepas sama sekali dari pada beban yang patut sama di bawa, atau patut sama ditanggung. Padahal tidak seberapa.
6.            Seorang tidak mau beragih (memberi) = mau membulati sendiri barang-barang yang sama-sama dipunyai, sebab sama-sama mengusahakannya, atau mendapatnya.
7.            Sekutu tidak mau berbelah = tidak mau membagi barang sedikit.
8.            Sesat tidak mau surut = sudah nyata salah tidak mau mengakui kesalahannya (tidak mau membetulkan).
9.            Terlangkah tidak mau kembali = sudah terlanjur tidak mau surut kepada yang benar.
10.        Adat tidak mau mengisi = tidak mau menurut mufakat atau adat-adat yang telah dibiasakan orang dalam sebuah nagari.
11.        Lembaga tidak mau menuang = tidak mau menurut mufakat atau adat-adat yang telah dibiasakan orang dalam sebuah nagari.
12.        Benar tidak mau dilihat = benar katanya saja, tetapi tidak mau ia dilihat kebenarannya itu.
13.        Lurus tidak mau ditengok (dipandang) = membenarkan kete-rangannya saja, tetapi tidak mau ia dilihat kebenarannya dari keterangannya itu.
14.        Dan lain-lain sebagainya, yang menyalahi ia pada adat-adat yang dipakai orang dalam tiap-tiap nagari, yang wajib dan yang patut diturutnya.
Adapun Salah yang Takluk kepada Salah di Agama Hukum Syarak Ialah seperti di bawah ini :
1.            Menghentikan yang disuruh menurut hukum agama.
2.            Mengerjakan yang terlarang menurut hukum agama.
Misalnya seperti menelangkai dalam idah, nikah tidak berwali, menghalalkan yang haram, mensunatkan yang perlu, khisik, khianat, mengupat dan takabur, lobo, tamak dan menyesatkan orang dari yang benar kepada yang salah dengan jalan pengajian, karena hendak mengambil keuntungan bagi dunianya; dan lain-lain sebagainya yang menggunakan pengajiannya tentangan agama itu mencahari kehormatan atau mencahari keuntungan dirinya buat dunia; bukan semata-mata menurut titah ; Allah dan Rasul. Maka sekalian orang yang bersalah itu adalah hukumnya menurut aturan agama syarak dan boleh juga mereka itu di hukum menurut jalan adat, atau menurut jalan peraturan undang-undang pemerintah, kalau perbuatannya itu boleh merusakkan kepada adat-adat yang baik-baik yang terpakai dalam nagari, atau sebab perbuatannya itu boleh merusakkan kesentosaan atau keamanan nagari.

Pada Menyatakan Melalukan Adat
Apabila kita akan melakukan hukum adat pertiapan kampung di pertiapan suku dalam sebuah nagari, maka hendaklah lebih dahulu kita ketahui ke mana takluk kesalahan atau perkara orang yang akan kita hukumkan itu, karena kalau kita salah menjalankannya (tidak terletak suatu pada tempatnya) tak dapat tidak tentulah hukum yang kita jatuhkan itu akan menjadi sia-sia saja kemudiannya : jangan-jangan sebab tidak terletak suatu pada tempatnya itu perkara yang kecil bisa menjadi besar, perkara yang akan habis bisa tidak bisa habis, dan bertambah-tambah dalam kesomat orang karena itu. Maka untuk menghukum orang dengan tepat dan benar, hakim harus mengetahui keempat jenis kesalahan;
1.      Salah di adat.
2.      Salah di undang.
3.      Salah di cupak.
4.      Salah di syarak (agama).



Undang-undang yang Tepat
Adapun yang dinamakan undang-undag yang empat itu adalah :
1.            Undang-undang nagari namanya.
2.            Undang-undang orang dalam nagari.
3.            Undang-undang dalam nagari.
4.            Undang-undang yang dua puluh.

Undang-undang Nagari
Adapun yang dinamakan undang-undang nagari itu, adalah seperti Hadits Melayu :
Anggari berkerat kuku. Dikerat dengan pisau siraut. Akan peraut sibetung tua. Tuanya elok kelantai Negeri yang berempat suku atau lebih, suku yang berbuah perut, kampung yang bertuo, rumah yang bertunganai. Apakah cupak dinan tuo elok dipakai, arti tuo disana orang cerdik pandai dan arti mudo disana, ialah orang yang bingung (bodoh).

Undang-undang Orang dalam Nagari
Adapun yang dinamakan undang-undang dalam nagari itu ialah ; Salah tarik mengembalikan, salah makan meluahkan (meludahkan), salah cotok melantingkan, sesat surut terlangkah kembali, kufur taubat, salah kepada manusia minta maaf, yang cabuh dibuang, yang adil dipakai, yang berbetulan berbayaran yang bersalahan berpatutan, yang selisih dihukum, yang gaib berkalam Allah (bersumpah) yang berebut ketengah, suarang baragih, sekutu dibelah, menyelang memulangkan, hutang di bayar piutang diterima kalau jauh biasa berhambatan, kalau hampir bertungguan.
Adapun tarik-menarik itu tiga perkara ;
1.            Tarik ulur
2.            Tarik cabut
3.            Tarik sagkutan

Maka tarik menarik itu baru boleh dikerjakan, ialah kemudian dari pada tunggu dan tangga.
Tunggu                        :     artinya meminta piutang (menagih).
Tangga                        :     artinya meminta piutang atau menagih.
Tunggu tangga            :     artinya meminta berulang-ulang datang ketempat si berutang, ditingkat tangganya (dijelang dimana tempat diamnya).

Dalam pada itu ia dari janji kejanji saja, tidak mau memuliakan janjinya atau bersihilang-sihilang diri atau mencari-cari jalan bilik yang kencong buat pelespaskan janji itu dengan bermacam-macam akal yang tiada lurus, yang maksudnya supaya ia jangan membayar hutangnya itu, disitulah baru boleh dilakukan tarik-menarik itu. Tidak boleh dilakukan lagi oleh siapapun, melainkan jikalau yang berutang tidak hendak membayar hutangnya, atau dari janji kejanji saja selalu hari, kilik nak lepas, tembang hendak mengenai, maka yang berpehutang hendalah pergi mengadu saja kepada hakim, atau kepada siapa yang boleh menolong ia buat menerimakan piutangnya itu. Orang itulah yang akan memanggil mencarikan orang yang engkar membayar hutangnya itu menurut jalan yang patut.

Undang-undang Luhak
Adapun yang dinamakan undang-undang luhak, yaitu seperti hadist Melayu.
Mencapak sambil kehulu, kenalah pantau dua tiga. Dilatak di dalam cupak, batungkuih jo daun taleh. Luhak yang berpenghulu, rantau yang beraja.
Tagaknyo indak tasundak, malenggah indak tapampeh.
Keterangan undang-undang luhak ini lebih jelas lihat kitab curai paparan adat Minangkabau pasal 91 halaman 115.
Undang-undang yang Dua Puluh
Adapun yang dinamakan undang-undang dua puluh itu ialah :
1.            Undang-undang yang delapan
2.            Undang-undang yang dua belas

Undang-undang yang delapan :
1.            Dago dagi
2.            Sumbang salah
3.            Samun saka
4.            Maling curi
5.            Tikam bunuh
6.            Tipu tepok /kincang kicuh
7.            Upeh racun
8.            Sia baka

Dago dagi bertanda jahat. Sumbang salah laku parangai. Samun saka pedang merah. Maling curi teratas dinding, terluang lantai dan berkesan jejak. Tikam bunuh darah terserak. Kincang kicuh, tipu tepok budi marangkak. Upeh racun bersajak dan sisa memakan. Sia baka berpuntung suluh.
Keterangan :
1.            Adapun yang maksud dengan kata dago, yaitu melawan pada barang yang tidak patut dilawan, dan yang dimaksud dengan dagi ialah : orang yang telah melakukan perlawanan kepada yang tiada patut dilawan. Jadi dago dagi ialah orang yang sudah melanggar dua kesalahan yaitu melakukan perlawanan kepada yang tiada patut dilawannya.
2.            Adapun yang dimaksud dengan kata sumbang ialah barang suatu pekerjaan yang tiada patut dilakukan, atau dikerjakan dengan maksud pekerjaan salah, yaitu orang yang melampaui larangan. Jadi sumbang salah ialah orang yang telah melakukan dua kesalahan. Satu ialah mengerjakan yang tidak berpatutan. Dua telah melampaui larangan. Dan lagi dalam kata-kata sumbang tadi adalah dua takluknya.

·              Sumbang yang boleh di hokum
·              Sumbang yang tidak boleh di hukum.
Sumbang yang boleh dihukum ialah : Segala laku perangai dan piil yang menyalahi ia akan adat sopan santun dan piil yang menyakitkan hati orang lain yakni, perbuatan yang memberi malu orang. Maka sumbang yang semacam itu boleh dihukum, sesuai dengan besar kecil kesalahannya.
Sumbang yang tidak dihukum ialah : segala sumbang yang tiada merusak atau merugikan orang lain. Yang dapat kita lakukan hanya sesat surut berobah diperbaiki. Misanya salah meletakkan, kancing baju, yang besar terletakkan kepada yang kecil, yang harusnya di bawah terletakkan di atas dan sebagainya.
3.            Yang dimaksud dengan samun, yaitu orang yang sengaja menghambat orang lain pada suatu tempat dengan menggagahi orang itu dengan sebab yang tiada patut, mungkin hanya untuk memperlihatkan gagahnya saja atau beraninya saja. Yang dimaksud dengan Saka ialah : orang yang menghambat orang disuatu tempat serta menganiaya yang hujutnya yang mengambil kekayaannya. Rebut rampas, hela unjun masuk juga kepada bilangan samun saka.
4.            Adapun yang dimaksud dengan kata maling ialah : orang yang mengambil harta benda orang lain yang terletak dalam tempat simpanan atau dilingkungan kediaman orang itu, diambilnya itu dengan sembunyi, diluar sepengetahuan yang empunya, siang atau malam hari. Yang dimaksud dengan kata Curi ialah : orang yang mengambil harta benda orang lain dengan sembunyi, diluar sepengatahuan yang empunya, yang mana barang itu terletak diluar tempat simpanan yang empunya dan maling itu, tiadalah takluk kepada orang lain yang memaling barang-barang atau harta benda orang saja.
5.            Adapun yang dimaksud dengan perkataan Tikam ialah : orang yang mengamukkan senjata kepada orang lain atau binatang yang masih hidup, sampai luka dengan tikaman itu ataupun tidak. Yang dimaksud dengan kata Bunuh ialah : membikin mati atau mematikan orang, ataupun binatang yang bernyawa dengan sengaja meskipun dengan barang apa juapun dilakukannya, mematikan orang atau binatang itu ; dengan senjata tajam ataupun tidak ; dengan barang yang keras atau pun dengan kaki tangan baik dengan tali atau dengan air dan api atau lain. Maka semuanya itu masuk kepada bilangan tikam bunuh jua namanya.
6.            Adapun yang dimaksud dengan perkataan kicuh ialah : orang yang melakukan akal jahat dengan jalan mengumbuk mengumbai menipu, menepuk orang supaya mendapat suatu barang kepunyaan orang itu untuk dirinya sendiri, baikpun pekerjaan itu dilakukannya utuk orang lain yang dimaksudnya ; maka itu masuk kepada bilangan kicuh atau mendusta. Demikian juga orang yang hendak berlepas diri dengan akal jahat dalam satu hal. Yang dimaksud dengan perkataan Kincang ialah : orang yang melakukan akal jahat dengan tipu daya muslihat yang tiada baik, yaitu dengan akal jahat, yang maksudnya hendak menganiaya orang yang akan dikincangnya itu atau barang orang itu, sama ada barang yang diperkincangkan itu, untuknya atau untuk orang lain, yaitu dengan jalan membelok-belokkan melindungkan barang orang itu, supaya barang itu hilang atau jauh dari yang empunyanya, atau tersembunyi yang maksudnya supaya barang orang itu jatuh kepadanya atau kepada orang lain yang dimaksudnya. Maka dalam hal kincang kicuh (kicuh kincang) ada kesalahan yang sebesar-besarnya dan ada pula yang sekecil-kecilnya.
7.            Adapun yang dimaksud dengan perkataan Upas ialah : suatu barang yang berbisa, yang memberi sakit kepada barang siapa yang memakannya, yang saitnya karena termakan barang itu dengan berlama-lama. Yang di maksud dengan perkataan Racun ialah : suatu yang berbisa, kalau termakan oleh siapapun boleh memberi sakit dengan seketika yang memakan itu dan boleh mematikan orang yang termakan racun itu dengan selekas-lekasnya. Jadi Upeh racun ialah : dua macam barang yang berbisa yang kalau termakan boleh membunuh dengan seketika yang kalau termakan boleh membunuh dengan seketika kepada yang memakannya.
8.            Adapun yang dimaksud dengan kata Sia (siar) ialah : menyunu dengan api yang sedang menyala, disunukan atau dilekatkan pada ujung atau di atas barang yang disia itu. Dan Bakar ialah : menyunu atau memanggang suatu barang sampai hangus, sama ada dilakukan pembakaran itu dengan api yang sedang menyala, ataupun belum menyala yang timbul nyalanya itu kemudian pada barang yang di bakarnya itu ; meskipun tidak menyala, tetapi sudah jadi.

Adapun yang dimaksud dengan perkataan:
1.            Cencang (tercencang) ialah : kena senjata tubuhnya oleh yang menangkap yaitu ada berbekas luka yang tertuduh itu pada badannya kena senjata yang menangkap atau sebab jatuhnya, atau sebab lain yang mengenainya waktu hendak berlepas diri sehingga berbekas pada badannya.
2.            Dan yang di maksud dengan kata Teragas ialah : dapat tertangkap pakaiannya atau barang yang sedang di pakainya dalam waktu berbuat salah, ataupun rambutnya dapat tercabut oleh yang menangkap waktu itu, meskipun sedikit atau lain-lain barang yang boleh jadi tanda baiti yang terang, yang dapat pada badan yang bersalah.
3.            Adapun yang di maksud dengan kata Terlecut ialah : tertuduh itu kena lecut dengan suatu barang yang menjadikan ada bekas lecutan itu pada tubuhnya, atau pada pakaiannya waktu berbuat salah, atau waktu hendak berlepas diri dari tempat berbuat salah tersebut. Dan yang di maksud dengan perkataan Terpukul ialah : tertuduh itu ada luka atau bengkak atau baring sebab kena pukul waktu berbuat salah, atau hendak lari dari tempat berbuat salah tersebut.
4.            Adapun yang di maksud dengan perkataan Putus tali, putus tali keterangan yang tertuduh itu yang dipakainya untuk melepaskan dirinya dalam perkara yang dituduhkan kepadanya itu. Dia menerangkan bahwa ia tidak ada di situ melainkan ada di suatu tempat lain. .. dan ia menerangkan juga bahwa ia di tempat yang diterangkannya itu, waktu berpekara yang dituduhkan kepadanya itu terjadi, ia ada berkawan (ada saksi) berketerangan katanya. Maka setelah diperiksa keterangannya itu yaitu nyata dustanya itu, maka itu namanya putus tali, yaitu putus tali keterangan yang akan melepaskan dirinya dari tuduhan itu, malah yang ada keterangan yang menyatakan kesalahannya saja.
5.            Adapun yang di maksud dengan perkataan Tumbang Ciak ialah : Tumbang artinya berbunyi deras dan Ciak artinya hiruk-pikuk. Jadi Tumbang Ciak adalah hiruk pikuk bunyinya, yakni terpekik terpiau tergempar orang kerena mendengar bunyi hiruk-pikuk waktu kejadian itu, ada yang minta tolong, bersorak (maling, rampok) atau menyebut nama si pemaling itu.
6.            Adapun yang di maksud dengan perkataan Enggang lalu Atah jatuh ialah : waktu kejadian, ada orang yang lalu ke tempat itu atau keluar dari tempat itu. Inilah yang menyebabkan orang syak hati padanya.
7.            Adapun yang di maksud dengan perkataan Berjalan Berderas-deras ialah : sewaktu orang kemalingan itu atau kejadian itu si tertuduh itu kelihatan oleh orang berjalan bergegas-gegas, atau lari dari tempat itu, sebagai orang yang ketakutan, apa sebabnya ia berjalan cepat (berlari) itu tiada diketahui orang, itulah sebabnya ia dituduh orang berbuat kejahatan yang terjadi itu.
8.            Yang di maksud dengan Pulang Pergi Berbasah-basah ialah : waktu orang kehilangan atau kejahatan dimana orang ada melihat bahwa si tertuduh itu keluar (datang) dari tempat itu dengan pakaian basah-basah yang tiada berpatutan keadaanya waktu itu.
9.            Adapun yang dikatakan Berjual Bermurah-murah ialah : kedapatan oleh orang si tertuduh itu sedang menjual barang dengan harga murah, yang mana murahnya itu tiada berpatutan, atau mendengar si tertuduh itu menjual barang murah oleh sebab itu jatuhlah syak padanya.
10.        Adapun yang Dikata Dibawa Pikek Dibawa Langau ialah : kabar-kabar berita yang kembang dalam kampung, tak dapat tidak tentulah si anu yang itu yang berbuat kejahatan, sebab sesudah kejadian kemalingan atau hal-hal yang tiada baik si anu itu ada begini (begitu) kelakuannya. Berita ini dari bisik-kebisik telah kembang dalam kampung. Inilah yang dikatakan dibawa pikek dibawa langau.
11.        Adapun yang di maksud dengan Terbayang Tertabur ialah : terbayang, kelihatan oleh orang dari jauh atau pada tempat agak terlindung, terbayang-bayag serupa tertuduh yang berbuat salah. Keluar atau masuk dekat tempat kejadian itu (serupa) pakaiannya, terbayang-bayang oleh orang. Yang di maksud dengan Tertabur Pecah ialah : berita dalam kampung, serupa tertuduh itu benar tampak jauh oleh orang pada tempat kejadian ataupun lalu ke tempat itu, atau karena melihat piil perangainya atau buah tuturnya seakan-akan dia tahu dalam hal itu.
12.        Adapun yang dikatakan Kecondongan Mata orang banyak ialah : menurut sangka-sangka hati orang banyak tak dapat tidak tertuduh si anu itu yang bersalah, yang berbuat kejadian itu. Sebab ada beberapa tanda-tanda tentangan laku perangainya yang bersalah sejak perkara itu terjadi dan ia sudah biasa Runcing Tanduk Bengkak Kening, selain itu ada tanda-tanda yang menyebabkan hati orang jadi syak, bahwa si anu itulah yang berbuat. Maka segala yang tersangkut oleh yang dua belas di atas itu dikatakan juga kepada terdakwa, tertukik jejak mendaki, tersendorong jejak menurun, berbau bak embacang, berjejak bak bakiak, bersurih bak sipasin dan lain-lain.

Hukum Orang yang Salah Melanggar Undang-undang Nan Empat
Hukum orang melanggar undang-undang nan empat :
·        Salah kepada raja namanya.
·        Salah kepada penghulu namanya.
Salah kepada raja, hukumnya hukum bunuh (pancung /gantung). Adapun yang di maksud perkataan Beremas Hidup itu ialah : orang yang bersalah itu membayar hutang adat kesalahannya yang dihukumkan penghulu kepadanya. Yang di maksud Tidak Beremas Mati ialah : tidak kuasa mereka yang dihukum membayar hutang adat, tentangan kesalahan yang dihukumkan penghulu-penghulu kepadanya maka orang itu mati, mati pula nama hukumnya sepanjang adat, ialah dimatikan hak mereka itu sepanjang adat (dikeluarkan dari segala adat negeri). Tidak dibawa seadat selimbago lagi, tidak dibawa duduk sama rendah, tegak sama tinggi yakni keluar dia dari adat.
Hukum Dibuang Sepanjang Adat

1.            Buang siriah namonyo
Yakni buang yang boleh diampuni kalau sudah sampai tempo lamonyo buangnya itu atau kalau ia suka (bisa) membayar hukumnya yang dihukum kepadanya
2.            Buang Biduak namonyo
Yaitu orang yang dibuang sekaum (dari kaumnya). Bila ia telah mau bertobat kembali dan mau memenuhi hukuman yang telah dihukumkan kepadanya, maka boleh pula ia diterima kembali saadat salimbago seperti sedia kala.
3.            Buang Hutang namonyo
Yaitu orang yang dibuang, sebab tidak membayar dia (bangunan) dan orang-orang yang salah tidak mau membayar hutang adat yang dihukumkan kepadanya sebab ia salah ngomong memaki, atau mencaci maki kepada raja atau penghulu atau orang patut yang memegang adat dan lain-lain seumpamanya maka orang itu boleh pula diterima kembali seadat selembaga kalau ia telah membayar kesalahannya. Tetapi ia harus membayar kesalahan utang baris namanya. Yaitu selain dari membayar kesalahan sebab ia dibuang tadi, mereka itu mesti membayar pula satu kesalahan lagi sebab ia engkar membayar hutang pertama tadi yakni sebab tidak menurut baris balabeh, adat yang terpakai dalam nagari, hutang balabeh (baris) itu setinggi tingginya tidak boleh lebih dari 20 mas (dua puluh rial) dan serendah-rendahnya hingga sepaha (4 mas).
4.            Buang Pulus namonyo
Yaitu orang yang dibuang, diharamkan ke kampung buat selama-lamanya atau buat sementara waktu ia dijadikan menjadi hamba sahaja (hamba raja), kemudian kalau dia sudah menjalani hukuman itu dan sudah dipandang baik oleh timbangan raja, maka raja ada hak mengampuni kesalahan itu.
5.            Buang Tingkarang ( Buang tembikar)
Atau buang saro namanya, yakni buang yang tidak boleh diampuni atau diterima kembali selama-lamanya, masuk di dalam adat. Ialah tantangan hutang yang tidak boleh dibayar, salah yang tidak boleh ditimbang dengan emas samalah hukumnannya dengan orang yang salah kepada raja tersebut di atas.




Pada Menyatakan Hukum dan Timbangan
Adapun hukum dan timbangan orang yang melanggar undang-undang adat itu dalam sebuah nagari adalah seperti di bawah ini:
1.      Ada yang dihukum bermaaf-maaf saja, sesat surut terlangkah kembali, elok dipakai buruk dibuang.
2.      Ada yang dihukum salah pagi ampun petang, salah petang ampun pagi namanya, yaitu hukum menyembah meminta ampun kepada tempatnya bersalah, hukum ini terpakai kepada adik salah kepada kakak, kemenakan, salah kepada mamak, anak salah kepada ibu dan bapanya, yaitu atas orang yang berkaib berbait yang berkaum berkeluarga ialah tentang salahnya yang berkecil-kecil, sesat surut salah tobat namanya, elok dipakai buruk dibuang.
3.      Ada yang dihukum salah menjamu minum makan dengan sekedar apa yang ada saja, yaitu salah anak buah kepada tuannya, kepada ninik mamaknya, yang kecil-kecil salahnya sepanjang adat, elok dipakai buruk dibuang, di muka ninik mamak dan orang tua-tua di situ.
4.      Ada yang dihukum salah menjamu minum makan dengan memotong ayam, serta dengan nasi kuning, atau nasi lemak dengan berdoa meminta ampun kepada tempat ia berbuat salah, diperbuat di rumah yang salah, dipanggil ke situ tempat ia bersalah, dan dirujukkan yang bersalah itu kepada tempat ia bersalah, elok dipakai buruk dibuang, di muka ninik mamak dan orang yang patut patut.
5.      Ada yang dihukum menjamu minum makan dengan membawa singgang ayam serta nasi kuning, serta membawa sirih di cerana, menjelang ke rumah tempat ia berbuat salah, disitu berjamu-jamu minum makan dengan bermaaf-maaf dari kesalahan itu.
6.      Ada yang dihukum salah mayambah dengan menating sirih secerana dibawa ke balai adat, dilalukan sirih itu di muka kerapatan adat penghulu, kepada tempat ia bersalah dengan meminta maaf pula kepada segala penghulu serta orang patut-patut yang hadir di situ.
7.      Ada yang dihukum memotong kambing di rumah tangga yang bersalah dengan menjamu minum makan, dipanggil tempat ia bersalah ke situ, serta ninik mamak dalam kampung, dalam suku dan ninik mamak dalam nagari mana yang patut patut serta tua-tua cerdik pandai di situ dengan mendoakan elok dipakai buruk dibuang dengan bermaaf-maaf.
8.      Ada yang dihukum jawi menjamu ninik mamak dalam suku dan ninik mamak seisi nagari dan orang tua-tua cerdik pandai dan yang patut-patut tahu elok dipakai buruk dibuang dengan bermaaf-maafan.
9.      Ada yang dihukum memotong kerbau, menjamu ninik mamak seisi nagari serta ditambah pula dengan mengisi adat menuang lembaga membayar hutang baris, dijadikan di rumah tangga yang bersalah, elok dipakai buruk dibuang dengan bermaaf-maaf.
10.  Ada yang dihukum membayar DIAT (bangun) atau mengisi adat menuang lembaga, sebab merusak adat, atau pangkat derajat orang, serta menjamu minum makan dengan memotong kambing atau jawi, atau kerbau, menurut patutnya timbangan kerapatan penghulu penghulu dan ada pula yang ditambah dengan membayar hutang baris, mengisi adat menuang lembaga, dijadikan di rumah tangga yang bersalah, ke situ dipanggil penghulu penghulu negari serta orang tua-tua cerdik pandai dan orang patut-patut serta berdoa dan bermaaf-maafan, elok dipakai buruak dibuang.
11.  Dan lain-lain macam hukum itu, menurut yang diadatkan orang dalam sebuah –sebuah nagari.
12.  Adapun hukum hukuman yang tersebut di nomor 7-8-9 dan 10 itu, ada yang dihukumkan dirumah tangga yang bersalah dan ada pula yang dihukumkan di medan majelis di tempat tempat yang berserikat: seperti di gelanggang atau di balai adat dan lain-lain sebagainya.
13.  Segala orang-orang yang terhukum menurut sepanjang adat tersebut di atas, jikalau terhukum itu keras bak batu, tinggi bak langit namanya, dengan tidak sebab-sebab yang patut dan ia tidak menaikkan bandingan atas hukuman yang dijatuhkan kepadanya itu, kepada hakim yang tinggi, kerena menurut adat apabila hukum jatuh:
6.      Pertama dibanding (1). Kedua diselasai ketiga diserikati. Ketiga, diserikati (3). Atau ia ada menaikkan banding, tetapi bandingannya tidak laku. Dalam pada itu mereka keras juga tidak mau menurut hukum yang telah ditetapkan kepanya itu, dan telah diberi nasehat oleh penghulu-penghulu, atau orang-orang cerdik pandai tidak juga mau menurut, maka mereka itu dipanggil sekali lagi kepada rapat nagari, dan rapat nagari setelah menanyainya, maukan ia menurut timbangan kerapatan nagari itu atau tidak. Jikalau mereka itu menjawab mau, maka ditentukan harinya oleh nagari ia melangsungkan pekerjaan menjalankan hukuman itu dan kalau tidak mau terima juga hukuman itu, ataupun tidak mau menemui panggilan itu, maka hari itulah dijatuhkan hukuman buang tersebut di atas kepada orang-orang yang terhukum itu, sebagai mana yang ditetapkan penghulu-penghulu, BUANGNYA ITU, serta diberitahukan kepada nagari (isi nagari) dengan dikumpulkan cenang supaya segala orang tahu: Bahwa sianu itu telah dikeluarkan dari sepanjang adat nagari itu. Tidak akan dibawa ia seadat selembaga, duduk sama rendah tegak sama tinggi, dalam segala hal yang bersangkut kepada adat istiada nagari itu dan lain-lain sebagainya. Begitulah orang mengeluarkan orang dari adat adat nagari.
14.  Jikalau bandingan yang dinaikan orang itu kepada hakim yang lebih tinggi, ada laku: meski hukumannya ditambah atau dikurangi, atau ditetapkan, ataupun dilepaskan oleh hakim yang ia membanding itu, maka hukuman itulah pula yang wajib diturut mereka itu. Begitu pun hakim yang pertama tadi yang dihukumnya terbanding, wajiblah hakim itu menurut dan menguatkan pula hukuman hakim yang tempat orang itu menaikkan banding, sebab kata adat, kalau naik banding rebah hukuman dan kalau rebah bandiang naik hukuman. Maka jika apa-apa hukuman yang dijatuhkan hakim tempat ia membanding itu, tidak pula mau ia memakai tempat ia membanding itu, tidak pula mau ia memakai, sampai kepada tempat penghabisan ia boleh menaikkan banding tiap-tiap kali itu ia keras juga, tidak mau turut hukuman yang dijatuhkan oleh tempat ia membanding itu, karena lebih berat, melainkan ia mau memakai hukuman yang dahulu, sebab lebih ringan, maka itu tidak diterima lagi melainkan kalau ia tidak mau memakai hukuman hakim yang lebih tinggi tempat membanding itu disitulah baru boleh dijatuhkan kepada mereka itu yang paling besar kesalahan, tentangan hukuman buang membuang itu kepada yang tidak mau menurut alur patut itu.
15.  Adapun yang berhak menjatuhkan hukuman buang membuang atau mengeluarkan orang dari pada adat adat nagari itu. Dalam sebuah nagari ialah kebulatan kerapatan penghulu-penghulu senagari itu. Yang satu adatnya. Kebulatan penghulu penghulu senagari itulah saja yang berhak menjatuhkan hukum buang membuang orang dari adat nagari itu, lain tidak. Tentangan kerapatan adat orang satu penghulu itu atau kerapatan orang sebuah perut, atau sebuah jurai atau sebuah payung atau sebuah suku saja tidaklah berhak menjatuhkan hukuman mengeluarkan orang dari dalam adat nagari itu melainkan mereka itu boleh menyatakan: Tidak membawa sehilir semudik (sepai sedatang), seberat seringan, seutang sepiutang, selarang sepantangan, seduduk setegak lagi karena orang-orang itu salah merusakkan adat pergaulan (perkauman) sebab membuat malu dalam kaum baik kaum serumah atau seperut, sejurai sepayung, sesuku atau sekampung, yaitu sengaja merusakan adat merendahkan adat kebangsaan kaumnya itu dan lain-lain, yang jalannya merusakkan adat berkaum dan memberikan malu sopan, bukan bersangkut kepada perkara harta benda, hutan tanah, sawah ladang dan lain-lain harta.



Pasal Menyatakan Hukuman Maling Curi
Hukum Orang Memaling Orang
Adapun hukuman orang memaling orang itu adalah:
1.      Jikalau sudah dapat tanda baitinya orang memaling orang itu, maka hukuman orang yang bersalah itu: Kalau yang memalingnya itu telah menjualnya, maka lebih dahulu dihukum ia menebus orang uang dimalingnya itu dan dipulangkan kepada ahli waris orang yang dimalingnya itu. Sudah itu barulah mendenda penghulu penghulu dalam negeri (suku-suku) jikalau yang dimalingnya itu orang yang baik-baik (bangsawan). Maka dendanya itu adalah setahil sepaha, sepuluh emas-limakupang-lima busuk-sekupang-sepihak enam kundi (6 suku). Jikalau ada emas hidup tidak beremas mati.
2.      Jikalau bukan orang baik-baik yang dimalingnya itu, maka hukumannya:
a.      Setelah ditebusinya orang yang dimalingnya itu maka disuruh cemuki orang yang memalingnya itu oleh orang yang dimalingnya berturut-turut tiga hari, atau tujuh hari lamanya, atau oleh ahli waris yang dimalingnya itu.
b.      Sudah itu barulah mendenda penghulu penghulu yang keenam suku (kalau suku enam). Dendanya ialah: sepuluh emas-tengah tiga emas- lima kupang- lima busuk- sekupang- sepihak-empat kundi. Jikalau ada beremas hidup- tidak beremas mati.

Hukuman Orang Memaling Binatang Ternah Kerbau/Lembu

Jikalau telah dapat tanda baiti orang maling ternak itu:
1.      Dihukum yang memaling ternak itu, memulangkan ternak atau harga ternak yang dimalingnya itu.
2.      Sudah itu barulah mendenda penghulu penghulu (penghulu kepala) atau kepala penghulu. Dendanya itu sepuluh emas –lima busuk- sekopang- sepiak- empat kundi.

Hukum Orang Memaling Kambing, Ayam atau Itik (Burung)
Jikalau sudah dapat tanda baiti. Maka hukumannya itu didenda Yaitu-tengah tiga emas- Lima Kupang- Lima busuk- sekupang- sepihak empat kundi dan tiadalah boleh dihukum mati orang itu, melainkan kalau ia tidak beremas pembayar denda itu maka disuruh cambuki orang itu kepada yang empunya harta yang dimalingnya itu, atau kepada hulu balang adat dalam nagari: tujuh hari lamanya berturut-turut. Hukuman ini boleh dijalankan saja oleh sebuah suku, tidak perlu serapat nagari.

Hukuman Orang Memaling Padi atau Lain-lain Makanan yang Mengenyangkan
Maka hukumannya itu ialah didenda saja, yaitu denda setahil-sepaha- sepuluh emas- lima kupang- lima busuk- sekupang- sepiak- empat kundi atau disuruh cambuki orang itu berturut-turut selama tujuh hari, kepada yang empunya harta yang dimalingnya itu atau oleh hulu balang. Maka di sini terpakai juga hukuman: Beremas, hidup, tidak beremas mati ialah menilik besar kecil atau banyak harta orang itu yang dimalingnya.
Hukuman Memaling Cempedak (Nangka)
Adapun hukuman memaling nangka itu, jikalau telah dapat tanda baitinya, maka dendanya: tengah tiga emas, lima kupang, lima busuk, sekupang, sepiak, empat kundi. Jikalau orang itu tidak kuasa membayar denda tersebut maka digantungkan nangka itu pada lehernya dan dibawanya berjalan keliling nagari, tempat salahnya itu, tujuh hari berturut-turut.
Hukuman Orang Memaling Tebu atau Pisang
Adapun hukuman orang memaling tebu atau pisang itu, jika telah dapat tanda baitinya, maka dendanya itu ialah sekupang-empat kundi. Dan tidaklah disiksa orang itu.

Hukuman Orang Memaling Kelapa
Adapun orang memaling kelapa itu hukumannya ialah: Jika telah dapat tanda baitinya, dan dendanya itu ialah: Lima kupang-lima busuk, sekupang, sepiak, empat kundi: karena kelapa adalah kehormatan segala makanan.
Hukuman Orang Memaling Pagar atau Lahan atau Jerat
Adapun hukuman orang memaling pagar, atau alahan, atau jerat itu, jikalau telah dapat tanda baitinya, maka dendanya: Lima kupang, lima busuk, sekupang, sepiak, empat kundi.
Hukuman Orang Memaling Supedas atau Kunyit atau Tanaman yang Berisi dalam Tanah
Adapun hukuman orang memaling supedas atau kunyit atau tanaman yang berisi dalam tanah, jikalau telah dapat tanda baitinya, maka dendanya: Lima emas, Lima kupang, sepiak, empat kundi.
Hukuman Orang Memaling Sirih atau Pinang atau Buah-buahan yang Lain yang Sebangsanya
Adapun hukuman orang memaling sirih atau pinang atau buah-buahan yang lain yang sebangsanya, jikalau telah dapat tanda baitinya, maka dendanya: Lima busuk, Sekupang, Sepiak, Empat kundi.
Demikianlah tersebut dalam Tambo adat lama yang dipakai orang tentang hukuman maling curi masa dahulu. Dalam pada itu, adalah pula pancung perengnya yang tersebut masing-masing itu, yakni tinggi rendahnya, atau bersar kecilnya hukuman tersebut, dan setinggi-tingginya ialah sebanyak yang tersebut dalam masing-masing bagian itu.
Dan yang serendah-rendahnya tidak boleh kurang dari sekupang, Sepiak empat kundi. Maka sekarang segala hukum hukum yang tersebut di pasal 19. Ini sekali-kali tidak boleh dihukum lagi dalam sebuah nagari Minangkabau ini, karena ada undang-undang baru yang diperbuat pemerintah Belanda, buat pengganti hukuman itu, untuk penjaga keamanan dan keselamatan negeri negeri kita di Minangkabau ini.
Perhitungan Uang Lama dan Uang Baru Kesatu:

Adapun pada masa dahulu, sebelum kita dijajah oleh bangsa dari Barat, Nenek moyang kita mempergunakan emas sebagai uang (alat untuk tukar-menukar). Emas itulah yang dijadikan uang. Sampai kini menjadi sebutan juga. Kalau orang kaya dikatakan banyak emas, kalau orang miskin dikatakan tidak bermas.
Begitupun kalau hukum menghukum perkara, uang jurah dinamakan Thail emas. Dan uang yang tidak kuasa membayar denda adat, dihukumkan tidak beremas, mati namanya, dan lain sebagai sebutan emas itu. Maka adalah menurut perhitungan orang dahulu. Emas itu yang dikata seuang “berat enam kundi” yaitu emas yang seperti serbuk halusnya, ditimbang denga neraca, seberat enam buah kundi. Dengan itulah orang menentukan berat se uang, sampai kepada berat sepiak- se emas- se paha – se tahil dan seterusnya sampai berapa banyaknya.
Emas itu ditimbang menjadi perhitungan uang buat penukar pembeli dan perhitungan yang sekecil kecilnya, ialah beras semiang namanya, yaitu berat sebuah kulit padi dan berat sebuah melukut ujung berat. Diatas itu berat sepadi dan berat seberas namanya.
Di atas itu setengah uang namanya yaitu berat tiga kundi. Begitulah yang sekecil-kecilnya, dan kelipatannya keatas ialah: Yang setali tiga uang, yang sekupang enam uang, yang seemas empat kupang, yang setahil enam belas emas, yang sebusuk enam piak (sekupang) piak namanya, dan disebut orang juga tiang belas namanya kata orang dahulu, yang sekati dua puluh tahil, begitulah jalan perhitungan uang orang-orang masa dahulu, hingga berlipat-lipat sampai beberapa banyaknya.
Maka pada abad kelima belas (ke-15), masuklah orang Portugis dan orang Spanyol ke tanah kita ini, maka orang Spanyol itu membawa perhitungan RIAL kemari, yaitu rial seperti namanya. Itulah mulanya orang kita menyebut Rial. Yang serial itu sama dengan satu Mas.
Dan kira-kira dalam abad ke-17 masuk pula orang Inggris dan orang Belanda ke tanah kita ini, maka orang Belanda membawa yang terbuat dari tembaga, dua macamnya: dan orang Inggris pun membawa pula uang tembaga yang tipis, diantaranya ada yang bergambar ayam maka uang itu dinamakan oleh orang di sini Pitih Mipih (garih) yaitu kependekan dari pada penyebut pitih Anggarih (Inggris) dan pitih yang dibawa oleh Belanda dinamakan orang pitih sirah, maka kedua macam uang itu disebutkan jugan kepeng namanya: sebab terbuat berkeping keping.
Adapun pitih sirah itu bagi Belanda bernama VEREENICE DE OoST INDISCHE COMPAGNIE (VOC). Maka semenjak masuknya pitih sirah dan pitih garih itu, maka perhitungan uang itu yaitu:
a.            Beruang enam
b.            Beruang delapan
c.             Beruang sepuluh

Adapun yang disebut beruang enam itu adalah= 6 pitih sirah 3 pitih segadang = 24 pitih garih.
Adapun yang disebut beruang delapan itu adalah= 8 pitih sirah 4 pitih segadang = 32 pitih segarih.
Adapun yang disebut beruang puluh itu adalah= 10 pitih sirah 5 pitih segadang = 40 pitih segarih.

Kemudian setelah beberapa lama, maka orang Belanda membawa lagi satu macam uang tembaga yang bernama cent dan benggol dan rimis. Maka uang cent dan benggol itu kalau dibawa kepada perhitungan uang yang tiga macam tersebut, adalah seperti di bawah ini perhitungannya:
Yang seuang enam= 5 uang cent = 2 benggol = 10 rimis
Yang seuang lapan= 5 uang cent + 2 keping sirah atau 8 garis = 2 benggol + keping sirah atau + 8 garis
Yang seuang puluh = 71/2 cent + i keping sirah atau + 4 garih = 3 benggol + 1 keping sirah atau 4 garih
Maka semenjak datang uang cent dan benggol itu, pitih sirah dan pitih garih tadi sudah bernama pitih lama namanya. Ialah sudah ada tukarannya yang baharu, yaitu cent dan benggol rimih tersebut. Adapun ketiga macam uang tersebut itu kalau dijadikan – kupang- emas (rial) dan paha atau kati, maka yang setalinya – yang sekupangnya – yang se emasnya, yang sepahanya ataupun sekatinya, ialah menurut kelipatan dari masing-masing uang itu (yang tiga macam itu)
Yang setali uang enam = tiga kali seuang enam, yaitu 18 pitih sirah
Yang setali uang lapan = tiga kali seuang lapan yaitu 24 pitih sirah
Yang setali uang puluh = tiga kali seuang puluh yaitu 30 pitih sirah
Yang setali uang garih = tiga kali seuang garih yaitu 18 pitih garih.
Itulah yang dikatakan setali tiga uang, yakni sama-sama tiga uang, tetapi perhitungannya tiadalah sama, melainkan berlainan. Sebagaimana tersebut di atas. Begitulah kelipatan masing-masing uang itu ialah menurut kelipatan masing-masing (bilangan) uang itu pula, kalau dibawa kepada kupang, emas, paha, tahil, kati, dan seterusnya sampai beberapa banyak
Kedua:
Adapun yang dikatakan sebusuk, atau tiang belah tersebut di atas tadi, kalau dibawa kepada perhitungan uang baru sekarang, ialah sama dengan 60 cent banyaknya/
Ketiga:
yang sepihak, ialah 12 pitih sirah = 10 cent = 48 garih harganya, perhitungan itu tidak berselisih, melainkan sama buat se-Alam Minangkabau
Keempat:
Kalau perhitungan uang lama itu dibawa kepada uang perak, boleh dipakai penimbang emas yaitu seperti di bawah ini:
Berat sebuah uang mimik, ialah setengah emas, atau 12 kundi
Berat sebuah uang tali ialah kira-kira se-emas empat buncis, atau 28 kundi
Berat sebuah uang suku, tetap dua dan berat sebuah rupiah tetap empat emas. Itulah uang perak yang dipakai orang penimbang emas di Minangkabau.
Kelima:
Yang dikatakan sepating setali banyak, ialah setali banjak,- ialah tiga uang emas = 18 keping sirah, yaitu kelipatan dari dua kali tengah dua uang enam (dua kali 9 pitih sirah), artinya sekali lipat: begitulah tali banjak. Sekali lipat pula kiri kanan, yang satu tali bajak itu, demikianlah perhitungan uang lama dan uang baru di masa itu.
Keenam:
Mulai Indonesia merdeka uang itu berubah lagi: yaitu: 1 cent, 5 cent, 10 cent, 25 cent (satu tali), 50 cent, 100 cent (satu rupiah).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar